Berikut di bawah ini disajikan cuplikan dari sebagian pidato Presiden
Sukarno di depan rapat umum Front Nasional di Istora Senayan Jakarta,
tanggal 13 Februari 1966.. Pidatonya ini diucapkannya 4 bulan sesudah
terjadinya G30S, ketika Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto sudah
mulai secara besar-besaran membunuhi, atau menangkapi, atau menyiksa
para pemimpin PKI dan tokoh-tokoh berbagai organisasi masa (antara lain :
buruh, tani, nelayan, pegawai negeri, wanita, mahasiswa, pelajar,
intelektual, seniman) di seluruh Indonesia.
Agaknya, patut dicatat bahwa pidato Bung Karno di depan rapat umum Front
Nasional ini diucapkannya ketika golongan militer di bawah pimpinan
Suharto-Nasution sudah terang-terangan mulai melakukan “kudeta
merangkak” secara bertahap dan juga merongrong atau merusak
kewibawaannya.
Cuplikan sebagian pidatonya ini, diambil dari buku “Revolusi Belum
Selesai” halaman 422, 423 , 424, dan 425 Buku “Revolusi Belum Selesai”
tersebut terdiri dari 2 jilid, dan berisi lebih dari 100 pidato-pidato
Bung Karno, yang diucapkannya di berbagai kesempatan sesudah terjadinya
G30S sampai pidatonya tentang Nawaksara 10 Januari 1967. Karena sesudah
terjadinya G30S, boleh dikatakan bahwa semua media massa (pers, majalah,
TV dan radio ) dikuasai atau dikontrol keras Angkatan Darat, maka
banyak sekali (atau hampir semua) pidato-pidato Bung Karno di-black out
atau diselewengkan atau dimanipulasi., sehingga tidak diketahui oleh
umum secara selayaknya.
Isi buku “Revolusi belum selesai “ ini menyajikan berbagai hal penting
yang berkaitan dengan fikiran atau pandangan Bung Karno tentang perlunya
persatuan revolusioner bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat adil
dan makmur atau sosialisme à la Indonesia, menentang imperialisme AS,
melawan neo-kolonialisme dalam segala bentuknya, menjaga persatuan
bangsa dan kesatuan Republik Indonesia dan juga mengenai G30S. Karena
itu, di samping buku “Di bawah Bendera Revolusi” yang juga merupakan
kumpulan tulisan dan pidato-pidatonya selama perjuangannya sejak muda,
maka buku “Revolusi Belum Selesai” merupakan dokumen sejarah Indonesia
yang amat penting untuk dijadikan khasanah bangsa Indonesia.
Mengingat pentingnya berbagai isi buku “Revolusi belum selesai” ini
untuk mengenal lebih jauh dan lebih dalam lagi gagasan atau ajaran Bung
Karno, maka website http://kontak.club.fr/index.htm akan sesering
mungkin menyajikan cuplikan-cuplikannya. Kali ini disajikan pendapat
Bung Karno mengenai sumbangan atau jasa-jasa PKI dalam perjuangan bangsa
Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Apa yang diungkapkannya secara
tegas, jujur, dan terang-terangan tentang PKI, merupakan hal-hal yang
patut menjadi renungan kita bersama.
Penghargaan Bung Karno terhadap perjuangan PKI mempunyai bobot penting
dan besar sekali. dalam sejarah perjuangan bangsa. Karena, penghargaan
ini datang dari seorang bapak besar bangsa, yang dalam sepanjang
hidupnya telah membuktikan diri dengan jelas sebagai seorang pemimpin
nasionalis, yang juga muslim dan sekaligus marxis. Sangatlah besar
artinya, ketika ia mengatakan bahwa sumbangan PKI dalam perjuangan untuk
kemerdekaan adalah paling besar dibandingkan dengan partai-partai atau
golongan yang mana pun, bahkan termasuk PNI yang telah ia dirikan
sendiri.
Apa yang dikatakan Bung Karno ini amat penting untuk diketahui oleh
rakyat Indonesia berikut generasi yang akan datang. Karena, selama lebih
dari 40 tahun masalah PKI ini dipakai oleh Suharto bersama
jenderal-jenderalnya sebagai alat untuk menjatuhkan kekuasaan dan
kewibawaan Bung Karno dan menghancurkan kekuatan kiri atau revolusioner
yang mendukung politiknya. Racun yang disebarkan oleh rejim militer Orde
Baru secara terus-menerus, intensif, luas, dan menyeluruh ini, sampai
sekarang masih bisa mempengaruhi fikiran sebagian masyarakat kita.Salah
satu buktinya ialah apa yang disiarkan oleh koran Duta Masyarakat
tanggal 18 dan 19 Januari 2009. (Harap para pembaca menyimak
ucapan-ucapan Asisten Intelijen Kasdam I/Bukit Barisan, Kolonel (Inf)
Arminson, dalam tulisan di harian tersebut yang berjudul “Lewat kaos,
parpol hingga film).
Cuplikan sebagian pidato Bung Karno mengenai PKI ini menunjukkan betapa
besar dan jauhnya gagasan atau idam-idamannya tentang persatuan
revolusioner yang dirumuskannya dalam konsep Nasakom. Ini terasa lebih
penting dan menonjol sekali, kalau kita ingat bahwa pidatonya ini
diucapkannya (dalam bulan Februari 1966) ketika Suharto bersama
jenderal-jenderalnya sudah melakukan berbagai langkah besar-besaran
untuk menghancurkan PKI.
Cuplikan dari pidato Bung Karno :
(Catatan : teks cuplikan pidato ini diambil oleh penyusun buku “Revolusi
belum selesai” dari Arsip Negara, dan disajikan seperti aslinya.
Kelihatannya, pidato Bung Karno ini diucapkannya tanpa teks tertulis,
seperti halnya banyak pidato-pidatonya yang lain yang juga tanpa teks
tertulis).
“Nah ini saudara-saudara, sejak dari saya umur 25 tahun, saya sudah
bekerja mati-matian untuk samenbundeling (penggabungan) ) semua
revolutionaire krachten (kekuatan revolusioner) buat Indonesia ini.
Untuk menggabungkan menjadi satu semua aliran-aliran, golongan-golongan,
tenaga-tenaga revolusioner di dalam kalangan bangsa Indonesia. Dan
sekarang pun usaha ini masih terus saya jalankan dengan karunia Allah S W
T. Saya sebagai Pemimpin Besar Revolusi, sebagai Kepala Negara, sebagai
Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, saya harus berdiri bukan saja
di atas semua golongan, tetapi sebagai ku katakan tadi, berikhtiar untuk
mempersatuan semua golongan.
“Ya golongan Nas, ya golongan A, ya golongan Kom. Kita punya kemerdekaan
sekarang ini, Saudara-saudara, hasil daripada keringat dan darah, ya
Nas, ya A, ya Kom. Jangan ada satu golongan berkata, ooh, ini
kemerdekaan hanya hasil perjuangan kami Nas saja. Jangan ada satu
golongan berkata, ooh, ini kemerdekaan adalah hasil daripada
perjuangan-perjuangan kami A saja. Jangan pula ada golongan yang
berkata, kemerdekaan ini adalah hasil daripada perjuangan kami, golongan
Kom saja.
“Tidak .Sejak aku masih muda belia, Saudara-saudara, aku melihat bahwa
golongan-golongan ini semuanya, semuanya membanting tulang, berjuang,
bahkan berkorban untuk kemerdekaan Indonesia. Saya sendiri adalah Nas,
tapi aku, demi Allah, tidak akan berkata kemerdekaan ini hanya hasil
dari pada perjuangan Nas. Aku pun orang agama, bisa dimasukkan dalam
golonban A, ya pak Saifuddin Zuhri, saya ini ? Malahan, saya ini oleh
dunia Islam internasional diproklamir menjadi Pahlawan Islam dan
Kemerdekaan. Tetapi demi Allah, demi Allah, demi Allah SWT, tidak akan
saya berkata bahwa perjuangan kita ini, hasil perjuangan kita,
kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan daripada A saja.
“Demikian pula aku tidak akan mau menutup mata bahwa golongan Kom, masya
Allah, Saudara-saudara, urunannya, sumbangannya, bahkan korbannya untuk
kemerdekaan bukan main besarnya. Bukan main besarnya !
“Karena itu, kadang-kadang sebagai Kepala Negara saya bisa akui, kalau
ada orang berkata, Kom itu tidak ada jasanya dalam perjuangan
kemerdekaan, aku telah berkata pula berulang-ulang, malahan di hadapan
partai-partai yang lain, di hadapan parpol yang lain, dan aku berkata,
barangkali di antara semua parpol-parpol, di antara semua parpol-parpol,
ya baik dari Nas maupun dari A tidak ada yang telah begitu besar
korbannya untuk kemerdekaan Indonesia daripada golongan Kom ini,
katakanlah PKI, Saudara-saudara.
“Saya pernah mengalami. Saya sendiri lho mengalami, Saudara-saudara,
mengantar 2000 pemimpin PKI dikirim oleh Belanda ke Boven Digul. Hayo,
partai lain mana ada sampai ada 2000 pimpinannya sekaligus diinternir,
tidak ada. Saya pernah sendiri mengalami dan melihat dengan mata kepala
sendiri, pada satu saat 10 000 pimpinan daripada PKI dimasukkan di dalam
penjara. Dan menderita dan meringkuk di dalam penjara yang
bertahun-tahun.
“Saya tanya, ya tanya dengan terang-terangan, mana ada parpol lain,
bahkan bukan parpolku, aku pemimpin PNI, ya aku dipenjarakan, ya
diasingkan, tetapi PNI pun tidak sebesar itu sumbangannya kepada
kemerdekaan Indonesia daripada apa yang telah dibuktikan oleh PKI. Ini
harus saya katakan dengan tegas.
“Kita harus adil, Saudara-saudara, adil, adil, adil, sekali adil. Aku,
aku sendiri menerima surat, kataku beberapa kali di dalam pidato, surat
daripada pimpinan PKI yang hendak keesokan harinya digantung mati oleh
Belanda, yaitu di Ciamis. Ya, dengan cara rahasia mereka itu, empat
orang mengirim surat kepada saya, keesokan harinya akan digantung di
Ciamis. Mengirim surat kepada saya bunyinya apa ? Bung Karno, besok pagi
kami akan dihukum di tiang penggantungan. Tapi kami akan jalani hukuman
itu dengan ikhlas, oleh karena kami berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia. Kami berpesan kepada Bung Karno, lanjutkan perjuangan kami
ini, yaitu perjuangan mengejar kemerdekaan Indonesia.
“Jadi aku melihat 2000 sekaligus ke Boven Digul. Berpuluh ribu sekaligus
masuk di dalam penjara. Dan bukan penjara satu dua tahun, tetapi ada
yang sampai 20 tahun, Saudara-saudara. Aku pernah mengalami seseorang di
Sukamiskin, saya tanya : Bung, hukumanmu berapa? 54 tahun. Lho
bagaimana bisa 54 tahun itu ? Menurut pengetahuanku kitab hukum pidana
tidak ada menyebutkan lebih daripada 20 tahun. 20 tahun atau seumur
hidup atau hukuman mati, itu tertulis di dalam Wetboek van Strafrecht
(kitab hukum pidana). Kenapa kok Bung itu 54 tahun? Ya. Pertama kami ini
dihukum 20 tahun, kemudian di dalam penjara, kami masih
mempropaganda-kan kemerdekaan Indonesia antara kawan-kawan pesakitan,
hukuman. Itu konangan, konangan, ketahuan, saya ditangkap, dipukuli, dan
si penjaga yang memukuli saya itu saya tikam mati. Sekali lagi aku
diseret di muka hakim, dapat tambahan lagi 20 tahun. Menjadi 40 tahun.
“Sesudah saya mendapat vonnis total 40 tahun ini, sudah, saya tidak ada
lagi harapan untuk bisa keluar dari penjara. Sudah hilang-hilangan hidup
saya di dalam penjara ini, saya tidak akan menaati segala aturan-aturan
di dalam penjara. Saya di dalam penjara ini terus memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Pada satu waktu saya ketangkap lagi, oleh karena
saya berbuat sebagai yang dulu, saya menikam lagi, tapi ini kali tidak
mati, tambah 14 tahun, 20 tambah 20 tambah 14 sama dengan 54 tahhun.
“Ini orang dari Minangkabau, Saudara-saudara. Dia itu tiap pagi
subuh-subuh sudah sembahyang. Dan selnya itu dekat saya, saya mendengar
dia punya doa kepada Allah SWT ; Ya Allah, ya Robbi, aku akan mati di
dalam penjara ini. Tetapi sebagaimana sembahyangku ini, shalatku ini,
maka hidup dan matiku adalah untuk Engkau.
“Coba; coba, coba, coba ! Lha kok ada sekarang ini golongan-golongan
yang berkata bahwa komunis atau PKI tidak ada jasa di dalam kemerdekaan
Indonesia ini.
“Sama sekali tidak benar ! Aku bisa menyaksikan bahwa di antara
parpol-parpol malahan mereka itu yang telah berjuang dan berkorban
paling besar.”
***
Demikian kutipan sebagian kecil dari amanat Presiden Sukarno di depan
rapat umum Front Nasional di Istora Senayan Jakarta, tanggal 13 Februari
1966.
Seperti yang sama-sama kita lihat, amanat tersebut adalah luar biasa! Di
dalamnya terkandung pesan (message) yang besar sekali kepada seluruh
nasion, dan sekaligus juga peringatan keras kepada semua golongan
(terutama kalangan jenderal-jenderal pendukung Suharto) yang bersikap
anti-komunis.
Adalah jelas bahwa pernyataan Bung Karno tentang PKI di depan Front
Nasional dalam tahun 1966 itu berdasarkan kebenaran sejarah, dan juga
bahwa itu lahir dari ketulusan hatinya yang sedalam-dalamnya.
Pernyataannya yang demikian itu adalah cermin dari isi atau jiwa
perjuangan revolusionernya sejak muda.
Pendapat Bung Karno tentang sumbangan atau pengorbanan PKI untuk
kerdekaan Indonesia menunjukkan bahwa ia adalah betul-betul pemersatu
rakyat Indonesia, guru besar dan bapak bangsa, yang tidak ada
bandingannya di Indonesia.
Paaris, 23 Januari 2009
Catatan tambahan : Buku “Revolusi belum selesai” terdiri dari dua jilid. Jilid pertama berisi 443 halaman, sedangkan jilid kedua 456 halaman.
Buku ini diterbitkan oleh. Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah (MESIASS), Semarang Penyunting/Editor :Budi Setiyono dan Bonnie Triyana
Kata pengantar :Asvi Warman Adam
E-mail : mesiass 2001@yahoo.com
Sumber : http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/