Catatan A. Umar Said
Tidak lama lagi kita akan memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober. Mengingat sangat pentingnya Sumpah Pemuda ini bagi bangsa
Indonesia, maka tulisan ini dimaksudkan sebagai ajakan kepada para
pembaca untuk sama-sama menelaah - dari berbagai segi dan sudut pandang –
hal-hal yang berkaitan dengan hari bersejarah ini. Sebab, Sumpah Pemuda
yang menurut sejarahnya dicetuskan dalam suasana pergolakan perjuangan
melawan kolonialisme/imperialisme Belanda, selama rejim militer Suharto
32 tahun telah kehilangan "api "revolusionernya, akibat politik Orde
Baru. Walaupun Hari Sumpah Pemuda juga dirayakan oleh Orde Baru tiap
tahun, namun terasa sekali bahwa peringatan semacam itu terpaksa
dilakukan hanya sebagai ritual yang hambar dan kering (dan karenanya
kadang-kadang terasa juga membosankan, bahkan, memuakkan !), atau
sebagai upacara yang isinya hanya dangkal-dangkal saja, dan tidak
mengandung pesan yang dalam bagi bangsa.
Karena itu, kita semua -- termasuk terutama sekali generasi muda bangsa
kita – berkewajiban untuk mengangkat kembali Sumpah Pemuda dan
mendudukkannya di tempat yang semestinya atau selayaknya, sesuai dengan
kebesaran sejarahnya bagi bangsa Indonesia. Kita tidak bisa membiarkan
Sumpah Pemuda terus-menerus dipisahkan dari ciri-cirinya yang
revolusioner sebagai pemersatu perjuangan bangsa, seperti yang telah
dilakukan oleh rejim militer Orde Baru beserta para pendukungnya selama
puluhan tahun.
Sumpah Pemuda adalah cikal bakal proklamasi 45
Bagi siapa saja yang mau bersikap serius dan objektif akan bisa melihat
bahwa Sumpah Pemuda merupakan peristiwa besar dan maha penting bagi
bangsa kita dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda dan merebut
kemerdekaan nasional. Begitu besarnya arti atau peran yang dikandungnya,
sehingga boleh dikatakan bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan dalam
tahun 1945 tidak akan diperoleh oleh bangsa kita, seandainya tidak ada
Sumpah Pemuda dalam tahun 1928. Sumpah Pemuda 1928 adalah cikal bakal
proklamasi kemerdekaan 1945 yang melahirkan NKRI. Sumpah Pemuda adalah
sumber konsep besar persatuan bangsa yang dikenal sebagai Bhinneka
Tunggal Ika. Sumpah Pemuda adalah juga landasan inspirasi gagasan besar
Bung Karno yang kemudian dirumuskan dalam Pancasila. Sumpah Pemuda 1928
adalah jiwa pemersatu bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa,
agama, dan kedudukan sosial.
Karena itu, Sumpah Pemuda tahun 1928 tetap mempunyai arti penting bagi
bangsa kita dewasa ini ketika sedang menghadapi berbagai masalah yang
ditimbulkan oleh kesukuan, adat, agama atau politik (ingat, antara lain :
masalah FPI, undang-undang porno, Ahmadiyah, pembangunan gereja, ekses
otonomi daerah, perda mengenai syariah Islam dll dll). Mengingat itu
semua, nyatalah bahwa kita harus berusaha bersama-sama mengkobarkan
kembali jiwa asli Sumpah Pemuda tahun 1928 dan menggunakannya sebagai
senjata rakyat dalam menghadapi berbagai persoalan besar dewasa ini.
Selain itu, kita semua harus meninggalkan atau membuang jauh-jauh
kebiasaan buruk Orde Baru yang menjadikan Sumpah Pemuda hanya sebagai
hiasan yang palsu saja, yang sebenar-benarnya hanyalah melecehkannya.
Sebab, Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah suatu langkah revolusioner dari
kalangan angkatan muda bangsa dalam rangka nation-building dan
character-building (menurut istilah yang sering sekali dipakai oleh Bung
Karno dalam berbagai pidatonya) menuju persatuan bangsa sepanjang
perjuangan melawan kolonialisme Belanda, yang menjadi bagian penting
dari kekuatan imperialisme. Karenanya, dalam artian tertentu, Sumpah
Pemuda adalah platform pluralis yang mengandung ciri-ciri revolusioner.
Sumpah Pemuda di masa Orde Baru
Para pembaca menyaksikan sendiri bahwa justru arti atau isi atau jiwa
Sumpah Pemuda yang seperti tersebut di atas itu semualah yang telah
pudar (atau mandul, atau loyo) sejak digulingkannya presiden Sukarno
oleh segolongan dari Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto dengan
dukungan kekuatan imperialis (terutama AS). Kita semua masih ingat bahwa
selama Orde Baru peringatan Hari Sumpah Pemuda diselenggarakan di bawah
pengawasan, dan pengarahan atau bimbingan oleh pimpinan militer. Dan
oleh karena pimpinan militer (terutama Angkatan Darat di bawah Suharto)
mempunyai sikap anti-Bung Karno dan anti-kiri pada umumnya, maka
peringatan Hari Sumpah Pemuda selama 32 tahun Orde Baru (dan juga
sesudahnya) dijauhkan atau dipisahkan dari sejarah revolusioner bangsa
yang melahirkan ikrar angkatan muda Indonesia dalam tahun 1928 itu.
Bagi kita semua (dan terutama bagi para tokoh-tokoh masyarakat dan para
sejarawan Indonesia) adalah menarik untuk merenungkan bahwa selama masa
Orde Baru peringatan Hari Sumpah Pemuda diselenggarakan tanpa banyak
mengangkat kembali berbagai faktor yang melahirkan Sumpah Pemuda. Bahwa
rejim militer Orde Baru berusaha « menghilangkan » peran Bung Karno dari
sejarah revolusioner bangsa Indonesia melawan kolonialisme dan
imperialisme adalah wajar dan bisa dimengerti, sebab Orde Baru memang
merupakan musuh revolusi rakyat Indonesia.
Dalam kaitan ini, kiranya kita mengerti bahwa Suharto tidak mungkin bisa
betul-betul menghayati Hari Sumpah Pemuda, karena Hari Sumpah Pemuda
dilahirkan dengan jiwa atau semangat anti-kolonialisme Belanda,
sedangkan Suharto adalah dulunya seorang yang telah mengabdi kepada
penjajajah Belanda dengan menjadi serdadunya, yaitu KNIL (Koninklijke
Nederlands Indische Leger). Karena itu, berlainan sama sekali dengan
Bung Karno, bagi Suharto sulit sekali untuk berkoar-koar sebagai tokoh
bangsa yang melawan kolonialisme Belanda (catatan : cerita tentang peran
Suharto ketika « penyerbuan » di Jogja pun ternyata adalah cerita yang
mengandung kebohongan sejarah).
Pembrontakan PKI tahun 1926 melawan Belanda
Bukan itu saja !!! Suharto dengan Orde Barunya (beserta para
pendukungnya yang sampai sekarang) juga berusaha untuk memisahkan Sumpah
Pemuda dari peran penting berbagai gerakan rakyat yang waktu itu
berjuang melawan kolonialisme Belanda untuk merebut kemerdekaan,
termasuk menghilangkan arti penting dan bersejarah pembrontakan PKI
melawan kolonialisme Belanda dalam tahun 1926.
Padahal, Sumpah Pemuda dilangsungkan dalam tahun 1928 ketika suasana di
kalangan berbagai gerakan anti penjajahan Belanda, terutama di kalangan
angkatan mudanya, terpengaruh oleh akibat atau dampak pembrontakan PKI
tahun 1926 melawan kolonialisme Belanda ketika ribuan orang komunis atau
simpatisan-simpatisannya dibuang ke Digul atau tempat-tempat tahanan
lainnya.
Di antara gerakan angkatan muda bangsa yang waktu itu menunjukkan
kemauan untuk bersatu dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda –
dengan cara atau bentuk dan kadar berbeda-beda – terdapat
organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Islamieten Bond,
Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Minahasa
Bond, Madura Bond, Pemuda Betawi dan lain-lain.
Kalau ditilik secara dalam-dalam dan jauh, maka nyatalah bahwa Sumpah
Pemuda tahun 1928 adalah sumber atau cikal-bakal lahirnya
pedoman-pedoman besar bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika. Dan karenanya bisa juga dikatakan bahwa Sumpah Pemuda
berorientasi kiri dan revolusioner. Sumpah Pemuda tahun 1928 melanjutkan
perjuangan PKI melawan penjajahan Belanda dengan pembrontakannya tahun
1926 di Jawa dan Sumatera dan tempat-tempat lainnya. Sumpah Pemuda juga
mendapat dorongan dengan didirikannya Partai Nasional Indonesia oleh
Bung Karno dalam tahun 1927.
Jadi, dapatlah dimengerti bahwa dampak besar di berbagai kalangan bangsa
yang ditimbulkan oleh pemberontakan PKI tahun 1926 merupakan dorongan
yang tidak kecil bagi terselenggaranya Kongres Pemuda Kedua dalam tahun
1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Justru aspek inilah yang telah
diusahakan ditutup-tutupi atau dihilangkan dari sejarah oleh Orde Baru
(beserta para pendukungnya sampai sekarang !). Rejim militer Suharto dkk
berusaha dengan berbagai cara dan jalan untuk memisahkan Sumpah Pemuda
dari gerakan revolusioner, dari Bung Karno, dan dari golongan kiri
umumnya, terutama PKI. Padahal, Sumpah Pemuda adalah bagian dari gerakan
revolusioner melawan penjajahan Belanda waktu itu.
Sumpah Pemuda bisa digolongkan sebagai peristiwa yang mengandung
ciri-ciri revolusioner, karena anti penjajahan Belanda. Dalam sejarah
banyak bangsa di dunia, kebanyakan perjuangan menentang penjajahan
(kolonialisme dan imperialisme) mengandung ciri-ciri atau unsur-unsur
revolusioner, kiri, nasionalis dan patriotik. Dalam kaitan inilah kita
bisa memandang didirikannya Partai Nasional Indonesia oleh Bung Karno
dalam tahun 1927 (satu tahun sesudah pembrontakan PKI melawan Belanda
dan satu tahun sebelum Sumpah Pemuda) sebagai gerakan revolusioner, yang
menyebabkan dipenjarakannya Bung Karno oleh pemerintah kolonial Belanda
dalam tahun 1929 (ingat pleidooinya di depan pengadilan kolonial yang
berjudul Indonesia Menggugat).
Bagi siapa saja yang mau bersikap serius dan objektif atau jujur, akan
bisa melihat bahwa pembrontakan PKI tahun 1926 melawan penjajahan
Belanda memainkan -secara langsung atau tidak langsung --peran yang
penting dan tidak kecil untuk didirikannya PNI (Partai Nasional
Indonesia) oleh Bung Karno dan teman-teman terdekatnya dalam tahun 1927,
dan juga untuk terselenggaranya Kongres Pemuda Kedua (yang melahirkan
Sumpah Pemuda dalam tahun 1928).
Sebagaimana yang dapat kita ketahui dari sejarah, Kongres Pemuda yang
bersifat lintas-agama, lintas-suku, lintas-aliran poltik itu mencetuskan
ikrar bersama yang amat besar artinya bagi perjuangan rakyat Indonesia
kemudian, yaitu Sumpah Pemuda. Ikrar bersama yang bersejarah ini
dikumandangkan tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda itu berbunyi :
- Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
- Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertanah-air yang satu, tanah-air Indonesia
- Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Selain itu Kongres Pemuda itu juga telah mengambil keputusan penting
lainnya, yaitu : menjadikan lagu Indonesia Raya (diciptakan oleh Rudolf
Wage Supratman) sebagai lagu kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan juga menjadikan Merah Putih sebagai bendera kebangsaan.
Intisari Sumpah Pemuda adalah Bhinneka Tunggal Ika
Seperti pernah ditulis sebelumnya, kalau kita merenungkan itu semua,
maka akan jelaslah kiranya bagi kita semua, bahwa kemerdekaan yang
diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus
1945, dan perjuangan besar rakyat selama revolusi melawan kolonialisme
Belanda, adalah - secara langsung atau tidak langsung - produk atau
kelanjutan perjuangan para pejuang sebelumnya, yang banyak meringkuk di
penjara-penjara dan juga di tanah pengasingan Digul.
(Patut kita ingat kembali bahwa karena pembrontakan PKI melawan
penjajahan Belanda itu ribuan orang dibunuh secara brutal dan sekitar 13
000 orang ditahan oleh pemerintahan kolonial. Tidak kurang dari 1 300
orang yang terdiri dari kader-kader PKI dibuang dalam kamp pengasingan
di Boven Digul. Jumlah orang-orang yang dibunuh, dipenjarakan dan
dibuang itu besar sekali untuk masa itu, dan merupakan goncangan yang
besar sekali di seluruh Indonesia. Banyak orang-orang yang non-komunis
juga ditangkapi Belanda dengan alasan untuk menindas pembrontakan PKI.
Sejak 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh Belanda, dan karenanya terpaksa
bergerak di bawah tanah untuk selanjutnya, sampai proklamasi
kemerdekaan tahun 1945).
Intisari Sumpah Pemuda adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang mengandung
pengertian bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku,
agama, ras dan aliran politik, tetapi tetap merupakan kesatuan bangsa,
atau bangsa yang satu. Dengan kalimat lain, tercermin di situ satu
konsep besar yang indah : kesatuan dalam perbedaan, atau berbeda-beda
tetapi satu, atau persatuan dalam keragaman. Alangkah sejuknya isi dan
alangkah besarnya arti yang tersirat di dalamnya.
Mengembalikan Sumpah Pemuda ke sisi revolusioner
Kita semua sudah menyaksikan, dan dalam rentang-waktu yang cukup
panjang, bahwa sistem politik Orde Baru telah menimbulkan perpecahan
bangsa, mengompori permusuhan, mengucilkan berbagai komponen bangsa,
mengkipas-kipasi permusuhan ras (ingat, umpamanya : politik terhadap
minoritas keturunan Tionghoa, perlakuan terhadap kaum komunis atau
eks-tapol beserta keluarga mereka, menghasut sebagian golongan Islam
untuk memusuhi golongan lain dll). Ini semua adalah bertentangan dengan
Sumpah Pemuda yang menegaskan bahwa kita semua adalah satu bangsa dan
satu tanah air.
Mengingat itu semuanya,adalah sudah waktunya sekarang ini bagi kita
semua (dan terutama sekali bagi generasi muda bangsa) untuk bersama-sama
membebaskan Sumpah Pemuda dari kungkungan yang dipenuhi oleh kepalsuan
dan kemunafikan oleh orang-orang simpatisan Suharto beserta Orde
Barunya, dan mengangkatnya kembali ketingkat luhur dan mulia, sebagai
pemersatu bangsa dan negara yang mengandung ciri-ciri revolusioner.
Generasi muda kita juga wajib ikut menjaga jangan sampai Sumpah Pemuda
bisa dipisahkan dari sejarah revolusioner berbagai gerakan rakyat
Indonesia. Artinya, Sumpah Pemuda juga tidak boleh dipisahkan dari
sejarah perjuangan revolusioner Bung Karno. Sebab, sekarang makin
terbukti dengan jelas bahwa sosok Bung Karno adalah pengejawantahan
(manifestasi atau penampîlan) sekaligus Sumpah Pemuda, Pancasila,
Bhinneka Tunggal Ika, dan Nasakom
Paris, 18 Oktober 2008
Sumber : http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/