Senin, 06 Februari 2012

Perkembangan di Amerika Latin Membenarkan Visi Bung Karno





Di tengah-tengah hiruk-pikuknya berbagai macam masalah yang timbul selama Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 di Indonesia, apa yang terjadi di benua Amerika (khususnya di Amerika Serikat dan Amerika Latin) sejak tanggal 17 April 2009 perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan di negeri kita. Sebab, arti perkembangan sejak tanggal itu adalah begitu pentingnya dan begitu besarnya, sehingga bisa mempengaruhi perkembangan di berbagai negeri di dunia, termasuk Indonesia.

Karena itu, kita bisa membayangkan betapa gembiranya hati Bung Karno dalam makamnya di Blitar mendengar bahwa sebagian dari perjuangan revolusionernya, yang telah ditekuninya selama hidupnya dalam menentang imperialisme (khususnya imperialisme AS), mulai kelihatan ada kemajuan-kemajuan yang cukup besar. Tentunya, ia pun juga merasa bangga bahwa perkembangan kapitalisme neo-liberal , yang sedang mengalami krisis besar-besaran dewasa ini, adalah sesuai dengan apa yang sudah diramalkannya dalam berbagai karya atau pidatonya. 

Sebaliknya, kita semua juga bisa membayangkan betapa merananya, atau kesalnya atau sedihnya hati Suharto, yang jasadnya terbaring di Astana Giri Bangun bahwa sekutu kentalnya (atau majikannya ?) , yaitu Amerika Serikat, yang telah mendukungnya dengan berbagai cara untuk menggulingkan Bung Karno, sudah makin loyo dan tidak lagi adikuasa seperti di jamannya Orde Baru. Artinya, sekarang ini, perkembangan imperialisme AS dan kapitalisme internasional tidaklah memihak kepadanya, melainkan kepada musuhnya, yaitu Bung Karno beserta golongan kiri pada umumnya. 

Tokoh-tokoh besar dunia sahabat Bung Karno

Sebagai pejuang besar melawan imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme internasional, dulu Bung Karno adalah teman dekat dan kawan seperjuangan dari berbagai tokoh penting di dunia seperti, antara lain : Kwame Nkrumah dari Ghana, Sekou Toure dari Guinea , Ben Bella dari Aljazair, Abdul Gamal Nasser dari Mesir, Tito dari Yugoslavia, Nehru dari India, Mao Tsetung dan Chou Enlai dari Tiongkok, Ho Chi Minh dari Vietnam dan Fidel Castro dari Kuba. Dapatlah dibayangkan bahwa seandainya orang-orang besar dunia ini masih hidup maka mereka tidak mau menjadi sahabat dekat Suharto, apalagi kawan seperjuangannya. 

Sekarang ini, kalau seandainya Bung Karno masih hidup, maka pastilah ia juga akan menjadi sahabat seperjuangan dari Fidel Castro dari Kuba, Hugo Chavez dari Venezuela, Evo Morales dari Bolivia, Ortega dari Nicaragua, Correa dari Equador, Lugo dari Paraguay, Lulla dari Brasilia, Kirshner dari Argentina, yaitu presiden-presiden dari negara-negara di Amerika Latin, yang dalam berbagai cara -- dan macam-macam derajat -- menentang imperialisme AS. Sebab, kalau difikir secara dalam-dalam, maka bisalah kiranya dikatakan bahwa perjuangan mereka itu dewasa ini semuanya adalah, pada dasarnya, kelanjutan dari perjuangan Bung Karno, yang telah dituangkannya dalam Konferensi Bandung, Gerakan Non-blok, gagasan NEFOS (Newly Emerging Forces) , Ganefo, dan berbagai gerakan Asia-Afrika-Amerika Latin. 

Pertemuan puncak di Trinidad/Tobago

Perlawanan yang makin meningkat terhadap imperialisme AS dari rakyat Amerika Latin ini kelihatan nyata sekali dari pertemuan 34 presiden negara-negara yang tergabung dalam Organisation of American States (OAS) di Trinidad dan Tobago, suatu negara kecil di Amerika Latin (dekat Venezuela) yang dibuka tanggal 17 April yang lalu. Pertemuan ini begitu pentingnya, sehingga menarik perhatian banyak kalangan di seluruh dunia. Ini terbukti dari hadirnya 6000 wakil media massa dari banyak negeri, dan juga dari banyaknya tayangan tv dan publikasi pers mengenai peristiwa besar ini di seluruh dunia. 

Besarnya perhatian dari seluruh dunia terhadap pertemuan (selama tiga hari) yang bersejarah ini disebabkan karena sebelumnya sudah ada berita-berita bahwa dalam pertemuan ini presiden AS yang baru, Barack OBAMA, akan membawa sikap AS yang baru terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh negara-negara Amerika Latin, termasuk masalah hubungan dengan Kuba, yang sejak tahun 1962 sudah dalam permusuhan yang sengit sekali. Bolehlah dikatakan bahwa Kuba (Fidel Castro) adalah musuh bebuyutan AS yang paling utama selama puluhan tahun.. Oleh karena itu berbagai pemerintahan AS yang silih-berganti sudah melakuan blokade yang ketat selama 47 tahun untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro, tetapi tetap sia-sia saja. 

Dengan latar belakang yang demikianlah telah berlangsung pertemuan puncak OAS, dimana presiden baru AS Barack Obama menjadi “bintang” utama, di samping presiden Venezuela Hugo Chavez , tokoh besar anti-Bush di Amerika Latin sejak bertahun-tahun Bertemunya dua presiden ini di tengah-tengah berkumpulnya para pemimpin benua yang sedang bergeser ke kiri dewasa ini merupakan perkembangan yang bersejarah. 

Foto yang tersebar di seluruh dunia dari tegur sapa (Obama kepada Hugo Chavez : “Commo esta” dalam bahasa Spanyol dan Hugo Chavez kepada Obama “”Hello” ) yang disertai senyum tanda gembira dan jabatan tangan erat mereka berdua merupakan pertanda bahwa mungkin sedang terjadi permulaan dari perubahan yang penting dalam politik AS di bawah pimpinan Barack Obama. Sampai mana jauhnya atau sampai berapa besarnya perubahan tersebut, marilah sama-sama kita tunggu perkembangan selanjutnya. Sebab, kekuatan reaksioner (di AS sendiri maupun di dunia) berusaha terus untuk melawan perubahan-perubahan ini dengan berbagai cara dan jalan. 

Tuntutan dihapuskannya blokade terhadap Kuba  

Diumumkannya (sebelum pertemuan puncak OAS di Trinidad/Tobago) oleh fihak pemeritah AS peratruran baru yang mengijinkan transfer devisa (dollar) dan kunjungan orang-orang ke Kuba, merupakan langkah penting menunju diakhirinya blokade (embargo) yang menjadi salah satu di antara banyak cacad dan dosa pemerintahan AS selama puluhan tahun. Blokade yang dijalankan AS sejak hampir setengah abad terhadap Kuba ini dipandang sebagai politik yang begitu jahatnya atau sudah begitu usangnya dan kejamnya, sehingga banyak negara dan rakyat di Amerika Latin secara ramai-ramai menuntut dihapuskannya. Dan secepat-cepatnya pula. 

Mengingat banyaknya kesalahan-kesalahan yang berat dalam politik dominasi atau campur tangan AS terhadap negara-negaradi Amerika Latin (dalam bentuk, antara lain : menguasai cabang-cabang penting dalam ekonomi, membantu pemerintahan golongan reaksioner, mengatur kudeta golongan-golongan militer yang umumnya anti-komunis dan korup, membujuk-bujuk banyak pemimpin negara untuk anti-Kuba dan anti-Venezuela) maka Barack Obama memperlihatkan sikap atau kemauan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lampau. 

Untuk itu, beberapa hari sebelum dibukanya pertemuan puncak OAS di Trinidad/Tobago, presiden Barack Obama telah menyuruh disiarkannya secara serentak tulisannya yang berupa semacam editorial di banyak negara Amerika Latin, di antaranya : Argentina, Brasilia, Chili, Colombia, Costa Rica, Ecuador,Mexico, Peru, Puerto Rico, Uruguay, Venezuela. Tulisan ini disiarkan dalam bahasa Inggris, Spanyol dan Portugis.. Pokok-pokok tulisan Obama
Tulisannya tersebut jelas-jelas dimaksudkan untuk mempersiapkan diselenggarakannya pertemuan puncak OAS yang kelihatannya dianggap penting sekali oleh presiden Barack Obama. Bahwa delegasi AS ke pertemuan ini terdiri dari 1000 orang menunjukkan betapa besar artinya bagi presiden Barack Obama untuk menyampaikan politik barunya. 

Pokok-pokok dalam tulisannya, yang juga menjadi isi pembicaraannya dalam berbagai pertemuan dengan para pemimpin negara Amerika Latin adalah, antara lain,sebagai berikut :
- - Judul tulisannya yang berbunyi “Choosing a Better Future in the Americas” (Memilih Hari Kemudian yang Lebih Baik di Negara-negara Amerika) menunjukkan keinginan Barack Obama dalam mengajak semuanya untuk mengutamakan usaha bersama untuk perbaikan bagi masa-masa yang datang. 

- - Ditekankan oleh Obama bahwa dari pada berkutat pada perdebatan tentang masalah-masalah lampau, lebih baik kita mencari jalan untuk kerjasama demi hari kemudian rakyat-rakyat kita. (Obama kelihatan sekali sadar akan kesalahan-kesalahan pemerintahan AS yang mendahuluinya !) 

- - Pemerintahan di bawah Obama menyatakan terikat kepada janji atau harapan kepada hari-hari baru (promise of a new day). (Secara tidak langsung rupanya ia mau mengatakan bahwa masa lampau – era presiden Bush dan sebelumnya- perlu ditinggalkan) 

Oleh karena seluruh dunia sedang menghadapi dampak dari krisis besar internasional dalam bidang ekonomi dan keuangan, maka dengan sendirinya masalah kerjasama dalam ekonomi dan pembangunan antara berbagai negara dalam kawasan ini juga menjadi acara penting dalam pertemun puncak OAS ini.. Sebab, banyak sekali negara-negara di Amerika Latin juga sedang mengalami kesulitan-kesulitan besar sekali sebagai akibat krisis ekonomi dan keuangan internasional dewasa ini. 

Dari pertemuan puncak OAS yang ke-5 di Trinidad/Tobago ini nampak dengan nyata bahwa presiden Obama berusaha memberikan citra yang lain (atau yang baru) dari pada citra yang dibikin oleh berbagai presiden AS yang mendahuluinya (terutama Bush junior dan Bush senior, Ronald Reagan, Nixon dll), sebagai akibat banyaknya kritik-kritik di dunia terhadap berbagai kesalahan atau kejahatan pemerintahan AS (ingat peran CIA di Indonesia , Asia, Afrika dan Amerika Latin) 

AS sudah tidak bisa bertindak semau-maunya lagi

Bagi kita di Indonesia, terutama bagi kalangan elite di pemerintahan, pimpinan partai-partai politik dan bermacam-macam ormas (buruh, tani, pemuda, mahasiswa, perempuan, pegawai negeri) adalah perlu mengikuti perkembangan situasi politik, ekonomi dan sosial yang sedang terjadi di Amerika Latin. Sebab, perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan makin bertambahnya negara yang bergeser ke kiri, dan meningkatnya perlawanan terhadap neo-liberalisme dan kapitalisme yang didominasi modal besar AS (yang akhir-akhir menghadapi krisis besar di skala dunia). 

Sesudah Indonesia dikuasai oleh diktatur militer Suharto beserta jenderal-jenderal pendukungnya selama 32 tahun (dengan bantuan imperialisme AS beserta sekutu-sekutunya) dan dikurasnya kekayaan alam kita oleh modal besar asing, apa yang sedang terjadi di Amerika Latin patutlah menjadi peringatan, pelajaran dan juga contoh. Terutama bagi para pendukung setia Suharto dan sisa-sisa Orde Baru, yang masih juga mencoba-coba untuk meneruskan atau melanggengkan politik yang pro-imperialisme AS berikut embel-embelnya yang berbentuk neo-liberalisme. 

Berlainan dengan masa-masa “jaya-jayanya” Orde Baru ketika imperialisme AS masih bisa secara sewenang-wenang bertindak sebagai “polisi dunia” yang sekaligus juga perampok terbesar di dunia, maka sekarang “negara adikuasa ini” sudah tidak bisa lagi bertindak se-mau-maunya saja. Perkembangan di Amerika Latin menunjukkan ke arah makin melemahnya imperalisme AS. Kalau selama sekitar setengah abad usaha pemerintah AS untuk menghancurkan kekuasaan Fidel Castro tidak kunjung berhasil juga, maka makin bertambah sulitlah sekarang ini bagi imperialisme AS untuk menghadapi perlawanan dari Hugo Chavez di Venezuela, Evo Morales di Bolivia, yang disusul oleh Ortega di Nicaragua, Lugo di Paraguay, Lulla di Brasilia dan Michelle Bachelet di Chili. 

Jalan yang ditunjukkan Bung Karno adalah benar

Para jenderal TNI dan pimpinan Golkar yang selama jangka waktu yang panjang sekali mengandalkan dukungan AS untuk mengangkangi kekuasaan politik, sekarang perlu merenungkan dalam-dalam bahwa jaman telah mengalami perubahan-perubahan, yang tidak menguntungkan mereka. Mereka tidak bisa lagi terus mengharapkan Amerika Serikat mau dan bisa membantu mereka seperti dulu ketika kekuasaan politik Bung Karno dihancurkan bersama seluruh kekuatan kiri yang mendukungnya (terutama PKI berikut simpatisan-simpatisannya). Sebaliknya, para pendukung Suharto atau simpatisan Orde Baru umumnya perlu menyadari bahwa perubahan jaman sekarang ini makin memihak kepada fihak yang menentang imperialisme, kapitalisme internasonal, atau neo-liberalisme. 

Karena itu, dalam rangka pemilihan presiden dan pembentukan pemerintahan baru yang akan datang (dalam bulan Juli) diharapkan akan munculnya tokoh-tokoh yang jelas-jelas menunjukkan sikap yang anti-neoliberalime, anti imperialisme, dan pro rakyat kecil, atau pro rakyat miskin. Sebab hanya tokoh-tokoh yang demikianlah yang bisa diandalkan untuk mengadakan perubahan-perubahan besar dan fundamental. Sekarang sudah makin jelas terbukti – dan berdasarkan pengalaman berpuluh-puluh tahun -- bahwa negara dan bangsa kita telah dibikin rusak oleh segala macam orang yang bermental Orde Baru dan pro-Suharto.
Perlulah kiranya sekarang disadari oleh para jenderal TNI ( yang masih aktif maupun yang sudah pensiun) -- dan tokoh-tokoh lainnya yang menyokong “Orde Baru” bahwa pendongkelan Suharto terhadap Bung Karno merupakan dosa dan pengkhianatan besar sekali, yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh rakyat beserta anak-cucu kita di kemudian hari. Sebab, perkembangan perjuangan menentang dominasi AS yang makin meningkat di mana-mana menunjukkan bahwa jalan yang ditunjukkan Bung Karno adalah -- pada pokoknya atau pada garis besarnya -- benar ! Dan, sebaliknya, bahwa jalan yang ditempuh Suharto (beserta para jenderal pendukungnya) telah terbukti salah besar !!! 



Sumber : http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/