3.1 Latar Belakang
Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti
berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan
tercipta perdamaian dan keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia,
terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada masalah dan muncul
masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus berlangsung,
bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina,
Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok
kekuatan yang bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu
Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan
Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiap-tiap blok berusaha menarik
negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi pendukung mereka. Hal ini
mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan
yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana
permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya
penjajahan di bumi kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang
sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia dan Afrika merupakan daerah
jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi sej ak tahun 1945,
banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula yang
masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti
Aljazair, Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo
Cina; dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng
telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa
penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan Pakistan
tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa
Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki
secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia
Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya
pembuatan senjata nuklir yang bisa memusnahkan umat manusia. Situasi
dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih
terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan
(politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani
masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil
menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat yang
ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh
bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi
lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
3.2 Lahirnya Ide Konferensi
Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang
disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di depan
parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan "Kerja sama dalam
golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang penting benar,
karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara negara-negara tersebut
tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya perdamaian dunia yang
kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia Afrika tersebut adalah
sesuai benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
yang menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements). Lain
dari itu negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai
pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan
internasional, jadi mempunyai dasar sama (commonground) untuk mengadakan
golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama tersebut akan kami
lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut mencerminkan ide dan
kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja sama di antara
negara¬negara Asia Afrika.
Pada awal
tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal
Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali)
dengan maksud mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya.
Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara
yang diundang. Pertemuan yang kemudian disebut Konferensi Kolombo itu
dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi
ini membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan
yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of ours to
day?" ("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di
tengah-tengah persaingan dunia?"),
kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan menyatakan
"We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of
mankind. It is therefore that we Prime Ministers of five Asian countries
are meeting here to discuss those crucial problems of the peoples we
represent. There are the very problems which urge Indonesia to propose
that another conference be convened wider in scope, between the African
andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened
to the Asian countries represented here but also are of equal importance
to the African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh
karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini
untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi
oleh masyarakat yang kita wakili. Ada beberapa hal yang mendorong
Indonesia mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih
luas, antara negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya bahwa
masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang
terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di
Afrika dan Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya, soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan
pula oleh Indonesia dalam sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima
oleh semua peserta konferensi, walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi urndangan
Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan
Pemerintah Indonesia. Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas
Kepala-kepala Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia dan Afrika yang
dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas tersebut
diadakan di Tugu (Bogor) pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.
Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo,
dinyatakan bahwa para Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan
kehendak untuk mengadakan konferensi negara-negara Asia Afrika dan
menyetujui usul agar Perdana Menteri Indonesia dapat menjejaki sampai
dimana kemungkinannya mengadakan konferensi semacam itu.
3.3 Usaha-Usaha Persiapan Konferensi
Di atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan
Indonesia agar menjejaki kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia
Afrika. Dalam rangka menunaikan tugas itu Pemerintah Indonesia melakukan
pendekatan melalui saluran diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika.
Maksudnya, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut
terhadap ide mengadakan Konferensi Asia Afrika. Dalam pendekatan
tersebut dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu ialah untuk
membicarakan kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika pada saat
itu, mendorong terciptanya perdamaian dunia, dan mempromosikan Indonesia
sebagai tempat konferensi. Ternyata pada umumnya negara-negara yang
dihubungi menyambut baik ide tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai
tuan rumahnya, walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat
berbagai pendapat yang berbeda.
Pada tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari
India, melalui suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang
perkembangan situasi dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan
dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang
Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan
akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah
kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954,
beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi semacam itu,
seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana
Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common approach to these problems. It should be held at an early date".
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu
pada tanggal 28 September 1954.
Dengan demikian, maka usaha-usaha penyelidikan atas kemungkinan
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika dianggap selesai dan berhasil
serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia Afrika diadakan atas penyelenggaraan bersama dan kelima negara peserta konferensi tersebut menjadi negara sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia Afrika diadakan atas penyelenggaraan bersama dan kelima negara peserta konferensi tersebut menjadi negara sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
3.4 Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4 (empat) tujuan pokok Konferensi Asia Afrika, yaitu
- Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika, untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-kepentingan mereka, baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
- Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili;
- Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme;
- Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat¬rakyatnya di dalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerja sama di dunia.
3.5 Peserta dan Waktu Konferensi
Negara-negara yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu :
Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tiongkok
(China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold Coast), Iran, Irak, Jepang,
Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia,
Sudan, Syria, Thailand (Muang Thai), Turki, Republik Demokrasi Viet-nam
(Viet-nam Utara), Viet-nam Selatan, dan Yaman. Waktu konferensi
ditetapkan pada minggu terakhir April 1955.
Mengingat negara-negara yang akan di undang mempunyai politik luar
negeri serta sistem politik dan sosial yang berbeda-beda, Konferensi
Bogor menentukan bahwa menerima undangan untuk turut dalam Konferensi
Asia Afrika tidak berarti bahwa negara peserta tersebut akan berubah
atau dianggap berubah pendiriannya mengenai status dari negara-negara
lain. Konferensi menjunjung tinggi pula azas bahwa bentuk pemerintahan
atau cara hidup sesuatu negara sekali¬sekali tidak akan dapat dicampuri
oleh negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya negara-negara
peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka masing-masing.
3.6 Struktur Organisasi Panitia Pelaksana
Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Indonesia
membentuk sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara
penyelenggara.
Guna mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera
dibentuk Sekretariat Bersama (Joint Secretariat) oleh lima negara
penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian
Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4
(empat) negara lainnya diwakili oleh Kepala¬kepala Perwakilan mereka
masing-masing di Jakarta, yaitu U Mya Sein dari Birma, M. Saravanamuttu
dari Srilanka, B.F.H.B. Tyobji dari India, dan Choudhri Khaliquzzaman
dari Pakistan. Di dalam Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh)
orang staf yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2 (dua)
orang dari Birma, seorang dari Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4
(empat) orang dari Indonesia, dan seorang dari Pakistan. Selain itu
terdapat pula 4 (empat) komite terdiri atas Komite Politik, Komite
Ekonomi, Komite Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada pula panitia
yang menangani bidang¬bidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.
Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk
Panitia Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai
oleh Sekretaris Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan
penasehatnya berasal dari berbagai departemen guna membantu
persiapan-persiapan konferensi itu. Di Bandung, tempat diadakannya
konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local Committee) pada tanggal 3
Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat.
Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani soal-soal yang
bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan, komunikasi,
keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
DIAGRAM ORGANISASI KONPERENSI ASIA AFRIKA
Pemerintah I 25 Negara Peserta I
Republik Indonesia
I Sekretaris Bersama I
I Protokol I
Panitia
Interdepartmental Panitia Lokal di Jakarta - Bandung
Republik Indonesia
I Sekretaris Bersama I
I Protokol I
Panitia
Interdepartmental Panitia Lokal di Jakarta - Bandung
Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat
sidang-sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 (dua
belas) hotel lainnya serta perumahan perorangan dan pemerintah
dipersiapkan pula sebagai tempat menginap para tamu yang berjumlah 1300
orang. Keperluan transport dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus,
dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta
cadangan 175 ton bensin.
Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung
pada tanggal 17 April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian
nama Gedung Concordia menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun
menjadi Gedung Dwi Warna, dan sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan
Asia Afrika. Penggantian nama tersebut dimaksudkan untuk lebih
menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana konferensi yang sesuai
dengan tujuan konferensi.
Pada tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika
dikirimkan kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia
dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang
menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African
Federation), karena memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang
bekas penjajahnya. Sedangkan 24 (dua puluh empat) negara lainnya
menerima baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih
ragu-ragu. Sebagian besar delegasi peserta konferensi tiba di Bandung
lewat Jakarta pada tanggal 16 April 1955.
3.7 Pelaksanaan Konferensi
Pada hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak
kesibukan di Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia
Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika
dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos, penuh sesak
oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai
negara. Sementara para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan
polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan
ketertiban.
Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan
meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka
secara berkelompok untuk menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika.
Banyak di antara mereka memakai pakaian nasional masing-masing yang
beraneka corak dan wama. Mereka disambut hangat oleh rakyat yang
berderet disepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan dan sorak
sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan
Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah (The
Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam
Gedung Merdeka.
Tak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung
Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka".
Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah
Indonesia itu disambut oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah
diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : "Indonesia Raya", maka
Presiden RI Ir. Soekarno mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul "LET
A NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN" (Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru)
pada pukul 10.20 WIB.
Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa
kita, peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu
pula latar belakang sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan
warna kulit pun berbeda-beda. Meskipun demikian, kita dapat bersatu,
dipersatukan oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh
ketetapan hati yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh
perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and African leaders, understand that Asia and Africa can prosper only when they are united, and that even the safety of the world at large can not be safeguarded without a united Asia-Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind, will point out to mankind the way which it must take to attain safety and peace. I hope that it will give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")
Pidato Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian,
mempesona, dan mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana
Menteri India yang didukung oleh semua peserta konferensi untuk
mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada Presiden atas pidato
pembukaannya.
Pada pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri
pidatonya, dan selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan.
Perdana Menteri Indonesia, sebagai pimpinan sidang sementara, membuka
sidang kembali. Atas usul Ketua Delegasi Mesir (Perdana Menteri Gamal
Abdel Nasser) yang kemudian disetujui oleh pimpinan delegasi-delegasi :
Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina, serta karena tidak ada
calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana Menteri
Indonesia terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua
Sekretariat Bersama Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai
Sekretaris Jenderal Konferensi.
Kelancaran pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang
selanjutnya dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu
di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta
sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April 1955). Pertemuan tersebut
menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara,
pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa
kesepakatan itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh
dengan sesederhana mungkin.
Dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat
(sistem konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato
sambutan delegasi. Perdana Menteri Indonesia akan dipilih sebagai ketua
konferensi. Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan
sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk tiga komite,
yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua
kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan
pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir. Roosseno,
Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Moh. Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia
Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa
diduga sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam
sidang-sidang Komite Politik. Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan
masalah-masalah yang dihadapi antara negara-negara Asia Afrika muncul ke
permukaan, bahkan sampai pada tahap yang agak panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang berlarut¬larut dapat diakhiri.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang berlarut¬larut dapat diakhiri.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama
satu minggu, maka pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang
direncanakan) tanggal 24 April 1955 Sidang Umum terakhir Konferensi Asia
Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh Sekretaris Jenderal
Konferensi rumusan pemyataan dari tiap-tiap panitia sebagai hasil
konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pemyataan tersebut. Kemudian
sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah
itu, Ketua Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa
Konferensi Asia Afrika ditutup.
Dalam komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi
Asia Afrika telah meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama
negara-negara Asia dan Afrika dan telah merundingkan cara-cara bagaimana
rakyat negara-negara ini dapat bekerja sama dengan lebih erat di bidang
ekonomi, kebudayaan, dan politik. Yang paling mashur dari hasil
konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan Dasa Sila Bandung,
yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha
memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
- Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat dalam piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
- Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal soal dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
- a. Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertaha nan kolektif
untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu dari
negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain. - Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
- Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB.
- Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
- Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasio-nal.
3.8 Penutup
Dalam penutup komunike terakhir dinyatakan bahwa Konferensi Asia
Afrika menganjurkan supaya kelima negara penyelenggara mempertimbangkan
untuk diadakan pertemuan berikutnya dari konferensi ini, dengan meminta
pendapat negara-negara peserta lainnya. Tetapi usaha untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika kedua selalu mengalami hambatan yang sulit
diatasi. Tatkala usaha itu hampir terwujud (1964), tiba-tiba di negara
tuan rumah (Aljazair) terjadi pergantian pemerintahan, sehingga
konferensi itu tidak jadi.
Konferensi Asia Afrika di Bandung, telah berhasil menggalang
persatuan dan kerja sama di antara negara-negara Asia dan Afrika, baik
dalam menghadapi masalah internasional maupun masalah regional.
Konferensi serupa bagi kalangan tertentu di Asia dan Afrika beberapa
kali diadakan pula, seperti Konferensi Wartawan Asia Afrika, Konferensi
Islam Asia Afrika, Konferensi Pengarang Asia Afrika, dan Konferensi
Mahasiswa Asia Afrika.
Konferensi Asia Afrika telah membakar semangat dan menambah kekuatan
moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu
tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka, sehingga kemudian
lahirlah sejumlah negara merdeka di benua Asia dan Afrika. Semua itu
menandakan bahwa cita-cita dan semangat Dasa Sila Bandung semakin
merasuk ke dalam tubuh bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya telah mengubah pandangan dunia
tentang hubungan internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia
Ketiga atau "Non-Aligned' terhadap Dunia Pertamanya Washington dan Dunia
Keduanya Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga struktur Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB bukan lagi forum eksklusif Barat atau
Timur.
Sebagai penutup uraian singkat ini, dikutip bagian terakhir pidato
penutupan Ketua Konferensi Asia Afrika sebagai berikut
"May we continue on the way we have taken together and may the Bandung
Conference stay as a beacon guiding the future progress of Asia and
Africa".
("Semoga kita dapat meneruskan perjalanan kita di atas jalan yang telah
kita pilih bersama-sama dan semoga Konferensi Bandung ini tetap tegak
sebagai sebuah mercusuar yang membimbing kemajuan di masa depan dari
Asia dan Afrika").
Sumber: Panduan Museum Konperensi Asia Afrika, Departemen Luar Negeri RI
Direktorat Jenderal Informasi, Diplomasi Publik, Dan Perjanjian
Internasional Museum Konperensi Asia Afrika, 2004
Sumber : http://bandungheritage.org