INDONESIA BANGKIT ....... Salam REVOLUSI, ...... viva NASAKOM ....!!!
D.N. Aidit (1963)
Penerbit: Yayasan “Pembaruan”, Jakarta, 1963
Disalin dan ejaan dibenarkan oleh Arif Burhan. Diedit dan dimuat ke HTML oleh Ted Sprague. (14 Desember 2011)
Sekedar Pengantar
Pada tanggal 29
Juni 1963 Menteri/ Wakil Ketua MPRS/Ketua CC PKI D. N. Aidit memberikan
ceramah di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat
(SESKOAD) atas permintaan Mayor Jendral Sudirman, pemimpin sekolah
tersebut. Ceramah itu bertemakan Front Nasional dan Pertahanan dan
diberi judul Pertahanan Nasional Harus Tunduk Pada Strategi umum
Revolusi Indonesia. Di dalam ceramah itu dijelaskan kesatuan pertahanan
nasional dengan front nasional dalam memenangkan Revolusi Indonesia dan,
oleh sebab itu, pertahanan nasional harus tunduk pada strategi umum
Revolusi Indonesia. Ditegaskan pula betapa pentingnya persatuan
Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata, terutama untuk menjamin
terlaksananya pertahanan Rakyat sebagai yang dirumuskan dalam Ketetapan
MPRS no. II /1960.
Mengingat
pentingnya isi ceramah tersebut maka dengan seizin penceramah kami
bukukan ceramah itu dengan nama “PKI dan Angkatan Darat (SESKOAD)”.
Semoga penerbitan ini dapat lebih lanjut memperkokoh persatuan nasional
Revolusioner berporoskan NASAKOM dan khususnya lebih memperkuat
persatuan Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata dalam perjuangan
menyelesaikan Revolusi Indonesia.
PENERBIT
Juli 1963.
Pertama-tama izinkanlah saya untuk mengucapkan diperbanyak terimakasih
atas undangan yang telah disampaikan kepada saya untuk memberi ceramah
di hadapan saudara-saudara. Saya yakin, kita sama-sama merasa gembira
bahwa di negeri kita, bisa terjadi peristiwa yang semacam ini, yaitu
bahwa saya sebagai Komunis, dan malahan sebagai Ketua Comite Centralnya,
disamping sebagai seorang menteri, diminta untuk memberikan ceramah di
Sekolah Staf Komando Angkatan Darat. Peristiwa semacam ini menandai ciri
yang khusus daripada keadaan politik di negeri kita, membedakan
Indonesia kita, misalnya, dengan negeri-negeri SEATO. Ini juga
membuktikan bahwa sudah terdapat dasar yang kuat untuk mempersatukan
seluruh potensi Rakyat, termasuk mereka yang terorganisasi di dalam
partai-partai politik dan mereka yang menjadi anggota Angkatan
Bersenjata RI.
TRADISI PERSATUAN SUDAH LAMA
Hal ini sebetulnya
tidak perlu mengherankan. Tradisi persatuan semua aliran Revolusioner
sudah dipupuk oleh bangsa kita sejak sebelum negeri kita merdeka, dan
dasar-dasar yang lebih kuat sudah kita letakkan di hari-hari Revolusi
Agustus 1945. Kitapun telah mengembangkan dasar-dasar ini dan terus akan
mengembangkannya. Berkali-kali dalam sejarah Republik kita, terjadi
kerjasama yang erat antara Angkatan Bersenjata dengan Rakyat, baik untuk
menghadapi musuh dari luar maupun untuk menghadapi musuh dari dalam,
sehingga semakin kokoh dasar-dasar persatuan ini. Kerjasama erat itu
selalu menghasilkan kemenangan-kemenangan gemilang bagi perjuangan
Revolusioner di negeri kita. Sebaliknya, setiap waktu kerjasama itu
terganggu, maka perjuangan Revolusioner di negeri kita mengalami
kegagalan dan kemunduran.
Sesudah Manipol
lahir dalam tahun 1959, maka kerjasama ini telah mendapat bentuk-bentuk
baru, yaitu di dalam berbagai lembaga negara dan pula di dalam
organisasi Front Nasional. Saya sendiri sebagai seorang Komunis sudah
biasa bekerjasama dengan wakil-wakil Angkatan Bersenjata di dalam
Pimpinan MPRS, di dalam DPA, di dalam Musyawarah Pimpinan Negara, di
dalam Front Nasional dan di berbagai Panitia Negara.
Perkembangan-perkembangan semacam ini sangat menguntungkan negeri kita,
baik untuk perjuangan tingkat ini maupun bagi hari depan Revolusi kita.
Oleh karena itu,
saya sambut dengan gembira kesempatan untuk mengemukakan pendapat PKI di
muka SESKOAD ini tentang sesuatu hal yang saya anggap penting sekali.
Dengan kejadian ini, dari empat Angkatan Bersenjata kita, saya telah
diminta berbicara mengemukakan pendapat-pendapat kaum Komunis di hadapan
tiga Angkatan, yaitu Angkatan Kepolisian, Angkatan Udara dan sekarang
Angkatan Darat.
Tema “Front
nasional dan Pertahanan” memang sewajarnya dibahas di dalam SESKOAD.
Front Nasional adalah kancahnya pertahanan sedangkan pertahanan yang
sejalan dengan front nasional adalah syarat bagi perkembangan lebih
lanjut dari front nasional. Hanya jika dua elemen ini mencapai
penyesuaian yang lengkap serta saling mendukung, dapatlah Revolusi kita
mencapai kemenangannya.
SOAL PERTAHANAN SOAL SELURUH RAKYAT
Tema “Front
Nasional dan Pertahanan” juga harus diperhatikan oleh seluruh rakyat,
yaitu terutama oleh front nasional sendiri, sebagai hal yang amat pokok.
tidak dapat dibiarkan kalau masalah pertahanan hanya diperhatikan dan
dibahas oleh Angkatan Bersenjata, seperti halnya tidak dapat dibiarkan
kalau masalah front nasional hanya diperhatikan dan dibahas oleh
partai-partai politik atau organisasi-organisasi massa. Kita harus
bergembira bahwa di negeri kita makin lama makin hilang fikiran yang
menghadap-hadapkan sipil dengan militer, Rakyat dengan tentara, dan
makin menang fikiran yang ingin mengintegrasikan sipil dengan militer,
Rakyat dengan tentara, tanpa mengaburkan pembagian pekerjaan di kalangan
Rakyat.
Mudah-mudahan,
melalui ceramah-ceramah semacam ini kita bersama-sama dapat membantu
dalam mencapai integrasi yang lebih lengkap antara front nasional, yang
tugasnya ialah untuk menghimpun seluruh potensi Rakyat dalam kesatuan
aksi dengan alat-alat negara yang bertanggungjawab atas pertahanan
negeri kita.
Sebelum saya
melanjutkan pembicaraan masalah ini, adalah perlu kiranya untuk memberi
sedikir penjelasan tentang istilah front nasional itu sendiri. Front
nasional bisa diartikan sebagai organisasi seperti yang telah didirikan
di negeri kita sejak 1960, yaitu yang bernama Front Nasional di mana
sudah terhimpun 20 juta anggota dari partai-partai politik, organisasi
massa, Angkatan Bersenjata serta perseorangan.
Istilah front
nasional juga bisa diartikan sebagai konsentrasi kekuatan Rakyat atau
front persatuan nasional. Kalau seluruh Rakyat menjalankan perjuangan
bersama untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk menyelesaikan
tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945, itu sudah merupakan kesatuan
aksi yang dijalankan dalam rangka front persatuan nasional sekalipun
tanpa bentuk suatu organisasi yang bernama Front Nasional seperti yang
kita miliki sekarang ini.
Dalam ceramah ini
saya mempergunakan istilah front nasional dalam arti yang luas dengan
sepenuhnya mengingat pengalaman-pengalaman yang sangat kaya yang kita
peroleh dalam mendirikan organisai Front Nasional dan dalam
memperkembangkannya sehingga telah menjadi suatu kekuatan yang dapat
memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan-perkembangan lebih
lanjut di negeri kita.
Ceramah ini akan
saya bagi dalam dua bagian, pertama mengenai Pertahanan dan Revolusi
Indonesia, dan kedua mengenai Pertahanan dan Tugas-tugas Internasional
Revolusi Indonesia.
I. PERTAHANAN DAN REVOLUSI INDONESIA
Segala soal
politik dan sosial yang mau kita bahas, haruslah kita bahas dalam
hubungan dengan Revolusi Indonesia. Cara lain, cara yang terpisah dari
Revolusi Indonesia, adalah tidak tepat. Pendirian semacam ini
lebih-lebih berlaku bagi pembahasan soal seperti pertahanan, karena
tugas pertahanan ialah justru untuk menyelamatkan dan mensukseskan
Revolusi Indonesia. Dan jika kita mau membahas dalam hubungan dengan
Revolusi Indonesia, maka kita harus memberikan perhatian yang istimewa
pada soal front nasional, karena Revolusi Indonesia adalah Revolusinya
seluruh Rakyat yang anti-imperialis dan anti feodal, dan kekuatan
Revolusi yang memang beranekawarna itu hanya akan bisa berkembang jika
terdapat front nasional yang jaya.
Dengan demikian,
front nasional dan pertahanan merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan, kedua-duanya mempunyai tugas pokok untuk mengabdikan diri
kepada Revolusi kita.
Adalah tidak
mungkin sama sekali untuk membangun pertahanan nasional jika
kekuatan-kekuatan Rakyat terpecah, dan oleh karena itu, front nasional
merupakan potensi utama untuk pertahanan nasional. Lebih dari itu, dapat
kita katakan bahwa pertahanan nasional tidak bisa kuat kalau front
nasional tidak kuat. Pengalaman perjuangan Rakyat Indonesia sejak tahun
1945 membuktikan kebenaran prinsip ini. Pada awal Revolusi Agustus kita,
kita banyak mengalami kesukaran-kesukaran dan kemunduran-kemunduran
yang pada pokoknya disebabkan karena front nasional kurang kuat atau
malahan tidak kuat, walaupun semangat berjuang Angkatan Bersenjata serta
seluruh Rakyat kita bukan main besarnya.
Jika dikatakan
front nasional kurang kuat atau malahan tidak kuat, ini tidak berarti
bahwa waktu itu belum ada sesuatu yang berbentuk front nasional secara
organisasi. Dalam masa Revolusi Agustus kita, sudah berkali-kali dapat
dibentuk organisasi yang berbentuk front nasional, tapi
organisasi-organisasi itu hanya mencapai kerjasama di pusat atau di
antara para pemimpin dan tidak berhasil dalam mempersatukan seluruh
potensi Rakyat secara riil.
PERTAHANAN NASIONAL HARUS TUNDUK PADA STRATEGI UMUM REVOLUSI INDONESIA
Kalau saya katakan
bahwa pertahanan nasional dan front nasional merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan, maka ini berarti bahwa pertahanan nasional harus
menjadi satu bagian yang tak terpisahkan pula daripada perjuangan
nasional Rakyat kita secara keseluruhannya, atau dengan kata lain,
pertahanan nasional harus tunduk pada strategi umum Revolusi Indonesia.
Prinsip ini harus berlaku bagi seluruh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Dengan demikian, maka bukan hanya seluruh Angkatan Bersenjata
negeri kita harus dipersatukan dengan satu doktrin, yaitu doktirn
daripada Revolusi Indonesia, tetapi juga seluruh Rakyat Indonesia harus
dipersatukan dengan satu doktrin yang sama.
Strategi umum
daripada Revolusi Indonesia sudah dirumuskan secara lengkap di dalam
Manifesto Politik Republik Indonesia dengan pedoman-pedoman
pelaksanaannya seperti yang telah ditetapkan oleh MPRS di dalam dua
Sidang Plenonya yang diadakan dalam bulan November-Desember 1960 dan
dalam bulan Mei 1963. Rakyat Indonesia benar-benar beruntung sekali
sudah mempunyai satu pegangan resmi yang merupakan doktrin negara dan
yang didukung oleh segenap golongan Revolusioner tanpa perkecualian.
Manipol menetapkan
dengan sangat jelas bahwa tahap Revolusi Indonesia sekarang adalah
tahap revolusi nasional dan demokratis, yaitu nasional karena “menentang
imperialisme dan kolonialisme’, serta demokratis karena “menentang
keterbelakangan feodal dan menentang otokrasi atau kediktatoran, baik
militer maupun perseorangan”. (Tubapi, hal. 84).
Dengan
ditetapkannya sifat nasional dan demokratis dari Revolusi kita, maka
sekaligus menjadi jelas pula kekuatan-kekuatan sosial daripada Revolusi
kita. Dalam Manipol jelas dikatakan bahwa kita harus melakukan
“konsentrasi kekuatan nasional”, yaitu “kekuatan seluruh Rakyat
Indonesia, kekuatan seluruh bangsa yang menentang
imperialisme-kolonialisme”. Menentang imperialisme dan kolonialisme
dengan sendirinya berarti juga menentang feodalisme, karena feodalisme
adalah basis sosial daripada imperialisme-kolonialisme. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa: “Dengan tidak mengurangi arti dari kelas-kelas
dan golongan-golongan lain, sebagaimana sudah sering ditekan-tekankan
oleh Presiden Soekarno, kaum buruh dan kaum tani, baik karena vitalnya
maupun karena sangat banyak jumlahnya, harus menjadi kekuatan pokok
dalam Revolusi dan harus menjadi soko-guru masyarakat adil dan makmur di
Indonesia”. (Tubapi, hal. 82).
TENTARA KITA ADALAH TENTARA KAUM TANI BERSENJATA
Mengapa dikatakan,
bahwa kaum buruh dan kaum tani adalah kekuatan pokok dalam Revolusi?
Ada orang secara keliru mengira, bahwa ini ditujukan untuk secara
dibikin-bikin, ini adalah objektif, ini menentukan orientasi kita dan
ini ada hubungannya dengan hari depan revolusi kita.
Kaum buruh menjadi
kekuatan pokok Revolusi oleh karena mereka, berhubung dengan kedudukan
sosialnya, adalah yang paling konsekuen berjuang untuk Sosialisme, yaitu
masyarakat yang bersih dari penghisapan atas manusia oleh manusia. Oleh
karena kaum buruh paling konsekuen berjuang untuk Sosialisme, artinya
klas ini tidak akan berhenti berjuang sebelum hapus segala bentuk
penghisapan, maka mereka juga paling konsekuen berjuang melawan
imperialisme dan sisa-sisa feodalisme untuk menyelesaikan tahap Revolusi
sekarang, yaitu tahap nasional dan demokratis yang mutlak harus
diselesaikan sebelum dapat memulai dengan membangun Sosialisme.
Sosialisme tidak mungkin dibangun di negara yang tidak merdeka penuh.
Kaum tani menjadi
kekuatan pokok Revolusi oleh karena mereka meliputi mayoritet yang
terbesar sekali dari Rakyat dan yang tertindas dari sisa-sisa
feodalisme. Oleh karenanya, hakekat daripada Revolusi kita pada tahap
sekarang ini adalah Revolusi agraria yang bertujuan membebaskan kaum
tani dari penghisapan feodal. Dengan demikian menjadi jelas pula hakekat
daripada tentara kita, yaitu kaum tani bersenjata, mereka adalah anak
kaum tani atau masih ada hubungan keluarga yang dekat dengan kaum tani.
Kaum buruh dan
kaum tani adalah soko-guru Revolusi, pendorong maju Revolusi
bersama-sama dengan Rakyat pekerja lainnya. Tanpa kaum buruh dan kaum
tani tidak mungkin samasekali untuk membangun masyarakat apapun. Ya,
tanpa kaum buruh dan kaum tani tidak mungkin ada masyarakat.
Bayangkanlah betapa rupanya kita yang berkumpul dalam ruangan ini, jika
tidak ada kaum tani dan kaum buruh yang memproduksi bahan pangan dan
pakaian! Dasar masyarakat, yaitu penciptaan kekayaan materiil, adalah
hasil ciptaan kaum buruh dan tani. Merekalah yang menghasilkan
sandang-pangan, menghasilkan segala apa yang memungkinkan kita hidup.
Sudah tentu kita tidak boleh meremehkan peranan golongan-golongan lain
dalam masyarakat, misalnya kaum kerajinan tangan, intelektuil, pegawai
negeri, anggota angkatan bersenjata dsb.
PANCASILA ALAT PEMERSATU DAN PROGRESIF
Dengan
ditetapkannya sifat serta kekuatan-kekuatan sosial Revolusi Indonesia
seperti demikian, maka menjadi jelas pula betapa penting peranan
persatuan nasion atau front persatuan nasional sebagai syarat mutlak
untuk kemenangan Revolusi kita. Dalam hubungan inilah maka penting
peranan azas atau dasar negara kita seperti yang telah digali oleh
Presiden Sukarno, yaitu Panca Sila. Panca Sila merupakan alat pemersatu
dan dengan demikian merupakan alat yang sangat penting dalam menggalang
front persatuan nasional untuk menjamin terlaksananya tuntutan-tuntutan
Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, Menerima Panca Sila
sebagai alat pemersatu berarti menerima adanya perbedaan-perbedaan,
karena kalau tiada perbedaan tidaklah diperlukan alat pemersatu.
Saya perlu
menekankan hal ini, karena kadang-kadang ternyata bahwa hal ini kurang
difahami atau malahan tidak difahami sama sekali sehingga Panca Sila
diusahakan untuk dipergunakan bukan sebagai alat pemersatu, tetapi
bahkan sebaliknya sebagai alat pemecah belah.
Usaha untuk
mempergunakan Panca Sila sebagai alat pemecah belah biasanya mengambil
bentuk mencopoti salah-satu Sila dan mengatakan Sila itu sebagai sila
yang “terpenting” atau “urat tunggang”nya Panca Sila. Padahal sudah
jelas sejelas-jelasnya bahwa istilah Panca Sila itu sendiri justru
dipergunakan karena semua Sila adalah sama derajat, sama penting.
Istilah seperti “tri-Program”, “Sapta Dharma” dan “Dasa Sila”
menunjukkan bahwa bagian-bagian daripada masing-masing konsep itu
membentuk satu kesatuan yang tidak boleh dicopoti atau dipreteli.
Soal itu
berulangkali ditegaskan oleh Presiden Soekarno. Sejak semula, yaitu
dalam pidato bersejarah yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945,
Presiden Soekarno sudah menekankan bahwa Panca Sila dapat diperas
menjadi tiga, yaitu Trisila, dan malahan menjadi satu, yaitu Eka Sila.
Dan apakah itu? Seperti dikatakan oleh Presiden, “semua untuk semua”
atau “gotong-royong”. Dan gotong-royong itu apa? Seperti juga dijelaskan
oleh Presiden Sukarno: “Gotong-royong adalah pembantingan tulang
bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama.
Amal semua buat kepentingan semua, Holopis kuntul baris buat kepentingan
bersama! Itulah Gotong Rojong!” (Tubapi, hal. 38).
Tidak hanya itu.
Panca Sila adalah alat pemersatu daripada aliran-aliran pokok yang hidup
di dalam masyarakat kita yang oleh Presiden Sukarno dirumuskan dalam
istilah NASAKOM. Jika sekarang sering diusahakan untuk mempergunakan
Panca Sila guna melawan gagasan NASAKOM, maka hal yang demikian sangat
berlawanan dengan konsepsi Panca Sila. Hal ini telah dengan tegas sekali
dijelaskan oleh Presiden Sukarno di dalam pidatonya pada tanggal 17
Agustus 1961, yaitu pidato Resopim di mana dikatakan sebagai berikut:
“Panca Sila adalah
alat pemersatu! Panca Sila bukan alat pemecah-belah! Dengan Panca Sila,
kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu.
Jadi jangan mempergunakan Panca Sila untuk mengadudomba antara kita
dengan kita. Jangan mempergunakan Panca Sila untuk memecah-belah
Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama
dengan komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang
main-main dengan Panca Sila untuk maksud-maksud pengadudombaan itu, -ia
adalah orang yang samasekali tak mengerti Panca Sila, atau orang yang
durhaka kepada Panca Sila, atau orang yang .... kepalanya sinting!”
Demikianlah
penjelasan-penjelasan Presiden Sukarno tentang Panca Sila sebagai alat
pemersatu, sebagai alat pemersatu seluruh kekuatan Rakyat, sebagai alat
pemersatu aliran-aliran pokok di dalam masyarakat Indonesia, sebagai
alat pemersatu daripada kegotongroyongan nasional yang berporoskan
NASAKOM. Dengan penjelasan-penjelasan ini, menjadi jelas pula bahwa
front persatuan nasional di negeri kita memang didasarkan dan disemen
oleh NASAKOM dengan Panca Sila sebagai alat pemersatunya.
Ada sementara
orang yang Komunisto-phobi berkata: Kaum Komunis tidak mungkin menerima
Panca Sila karena mereka berfilsafat materialisme, sebagai materialis
mereka tidak mungkin menerima Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Tentang ini
pernah saya jawab sebagai berikut:
“Tuan
Komunisto-phobi rupanya tuan pura-pura lupa bahwa dalam Panca Sila tidak
hanya ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan kami tidak setuju main
‘urat tunggang’ seperti Hamka, yang mengatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah urat tunggang Panca Sila. Sebab, kalau demikian kaum
nasionalis dapat pula mengatakan bahwa sila Kebangsaan adalah urat
tunggang Panca Sila, dan kaum Komunis dapat pula mengatakan bahwa sila
Keadilan Sosial adalah urat tunggang Panca Sila. Kalau sudah demikian
apalagi artinya Panca Sila sebagai alat pemersatu? Oleh karena itu kaum
Komunis menentag pemretelan atau pemisahan satu-satu daripada sila-sila
Panca Sila. Kalau setuju Panca Sila terimalah sebagai kesatuan, dan jika
demikian ia tidak bisa lain daripada alat pemersatu atau Eka Sila
Gotong Rojong.
“Tuan
Komunisto-phobi berbicara tentang kaum Komunis yang berfilsafat
materialisme. Pertama-tama saya bertanya, apakah tuan Komunisto-phobi
bukannya berusaha mengetahui apa isi kata-kata itu dalam usahanya
menyerang kaum Komunis. Oleh karena itu mari saya bacakan beberapa
kalimat dari buku pelajaran buat kader-bawahan PKI sbb.:
“’Masalah terpokok
dari segala persoalan filsafat ialah masalah hubungan antara keadaan
dan fikiran. Masalah hubungan antara keadaan dan fikiran adalah
pertama-tama masalah manakah yang primer. Manakah yang ada lebih dahulu
dan yang menentukan antara keadaan dan fikiran’.”
“Mengenai masalah terpokok dalam filsafat ini terdapat dua pandangan pokok, yaitu idealisme dan materialisme”.
“Pandangan atau
pokok fikiran dan cara menerangkan atau memahamkan segala sesuatu yang
bertolak dari fikiran atau ide adalah idealisme. Idealisme berpendapat
bahwa ide primer atau menentukan, sedangkan materi sekunder atau
ditentukan.”
“Sebaliknya
pandangan atau pokok fikiran dan cara menerangkan atau memahamkan segala
sesuatu yang bertolak dari keadaan kongkrit, dari materi adalah
materialisme. Materialisme adalah pandangan dunia yang bertolak dari
kenyataan objektif.” (Pengantar Filsafat Marxis. Depagitprop CC PKI.
1962. Halaman 9-10).
“Jadi, saya
ulangi, materialisme adalah pandangan dunia yang bertolak dari kenyataan
obyektif, tidak bertolak dari fikiran atau ide subyektif. Sekarang
bagaimana dengan 5 sila daripada Panca Sila? Apakah 5 sila itu merupakan
kenyataan obyektif darimana kaum Komunis bertitiktolak dalam melakukan
segala kegiatannya, di samping masih ada kenyataan-kenyataan obyektif
lainnya? Dengan pasti dapat saya jawab, bahwa 5 sila daripada Panca Sila
adalah kenyataan-kenyataan obyektif.
“Tidak dapat
dibantah bahwa dilihat dari keadaan masyarakat Indonesia dan proses
perkembangan sejarah Indonesia, pengaruh agama adalah besar di
Indonesia, dan satu kenyataan obyektif bahwa dilihat dari segi keagamaan
mayoritet dari pada kaum agama di Indonesia menganut faham Ketuhanan
Yang Maha Esa atau monotheisme (ber-Tuhan satu) dan bukan Polyteisme
(ber-Tuhan lebih dari satu).
“Sekarang
bagaimana dengan sila-sila lain, yaitu sila peri-kemanusiaan atau
internasionalisme, sila kebangsaan atau nasionalisme/patriotisme, sila
keRakyatan atau demokrasi dan sila keadilan sosial atau Sosialisme?
Adanya sila-sila ini adalah kenyataan-kenyataan obyektif yang terdapat
dalam tubuh nasion Indonesia. Tidak bisa lain, sebagai nasion yang
terjajah dan tertindas, yang diperlakukan dengan tanpa perikemanusiaan,
tanpa keadilan dan secara otokrasi kolonial dan feodal, pada bangsa
demikian secara obyektif timbul perjuangan, untuk mencapai masyarakat
baru dimana berlaku norma-norma perikemanusiaan, dimana diindahkan
hak-haknya sebagai nasion, dimana ada demokrasi dan keadilan sosial.
“Jadi, 5 sila dari
Panca Sila adalah kenyataan-kenyataan obyektif yang kalau kaum Komunis
dan siapa saja mau sukses dalam pekerjaannya di Indonesia harus
menerimanya dan mengindahkannya. Oleh karena itu kaum Komunis tidak
hanya tidak menentang Panca Sila, malahan justru sebagai materialis yang
bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan obyektif kaum Komunis bisa
menerima Panca Sila dan memperjuangkan pelaksanaannya sebagai alat
pemersatu segenap potensi nasional yang revolusioner.
“Yang ditentang
oleh kaum Komunis bukanlah Panca Sila, tetapi perbuatan orang-orang yang
mau memreteli Panca Sila dan mau menjadikannya sebagai alat
pemecah-belah persatuan nasional. Kaum Komunis mengakui bahwa dengan
menerima Panca Sila dimana salah satu silanya adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa berarti tidak diperbolehkan adanya propaganda anti-agama di
Indonesia. Ini kami terima oleh karena kaum Komunis memang tidak
mempunyai kepentingan untuk melakukan propaganda semacam itu. Tetapi
sebaliknya, kaum Komunis juga menuntut bahwa dengan adanya sila-sila
lain, di Indonesia tidak boleh dilakukan paksaan beragama, karena ini
tidak sesuai dengan rasa perikemanusiaan, rasa kebangsaan, tidak sesuai
dengan demokrasi dan keadilan.
“Pada waktu Rakyat
Indonesia belum memiliki program bersama yang berupa Manipol, banyak
orang yang suka berbicara tentang Panca Sila sebagai ‘wadah’ dan tentang
isi wadah ini dikatakan terserah kepada Rakyat Indoensia. Sekarang
sesudah kita mempunyai Manipol, saya berpendapat, kalau toh mau
berbicara tentang Panca Sila sebagai ‘wadah’, isi daripada wadah itu
tidak boleh lain daripada Manipol, jadi tidak boleh lain daripada isi
progresif dan Revolusioner. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Bung Karno dalam pidato “Tahun Kemenangan’ bahwa salahsatu dari 9
wejangan adalah ‘Panca Sila dan progresivisme’. Dengan penegasan ini
jelaslah, bahwa Panca Sila, disamping merupakan alat pemersatu segenap
potensi nasional, juga harus progresif”. (brosur Kursus Rakyat no. 3
Patriotisme dan Internasionalisme, penebitan Departemen Agitprop CC PKI
Jakarta 1962, halaman 41, 42, 43, 44). Jadi jelaslah, bahwa inti Panca
Sila adalah toleransi revolusioner, agar atas dasar ini semua kekuatan
revolusioner dapat dicakup dan dimobilisasi. Hal ini tidak boleh
dilupakan kalau kita mau menjadikan Panca Sila alat pemersatu yang
militan dan berguna bagi Revolusi Indonesia.
Di samping menjadi
alat pemersatu. Panca Sila adalah gagasan progresif. Hal ini dapat
dilihat dengan jelas dari ucapan Presiden Sukarno di dalam pidatonya
pada tanggal 17 Agustus, 1962, Tahun Kemenangan, dimana Bung Karno
menyebut, “Panca Sila dan progresivisme” sebagai salah satu dari
Sembilan Wejangan. Pada pokoknya wejangan “Panca Sila dan progresivisme”
berarti bahwa Panca Sila merupakan alat untuk memenangkan revolusi yang
bersifat nasional dan demokratis, yang bersifat anti-imperialis dan
anti-feodal serta berperspektif Sosialisme. Panca Sila sama sekali tidak
boleh dipakai untuk maksud-maksud reaksioner dan kontra-revolusioner.
STRATEGI UMUM DAN POLITIK PERTAHANAN
Selanjutnya, kalau
kita mau mengerti benar-benar Revolusi Indonesia, kita harus memahami
benar-benar tentang dua tahap Revolusi Indonesia. Tidak memahami ini
sama dengan tidak memahami Revolusi Indonesia. Kita harus memahami dan
meyakini benar-benar bahwa Revolusi Indonesia mempunyai dua tahap, Tahap
pertama ialah tahap nasional dan demokratis, dan tahap kedua ialah
tahap Sosialis. Soal ini ditegaskan dalam pidato Bung Karno “Djarek”
yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus, 1960, dan dikembangkan lebih
lanjut dalam hubungan dengan membicarakan strategi dasar ekonomi
Indonesia, seperti yang ditetapkan di dalam Deklarasi Ekonomi (Dekon).
Di situ dinyatakan bahwa: “Perlu disadari dan difahami bahwa strategi
dasar ekonomi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari strategi umum
Revolusi Indonesia”, dan bahwa “Menurut strategi dasar ekonomi
Indonesia, maka dalah tahap pertama kita harus menciptakan suasana
ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari
sisa-sisa imperialisme dan bersih dari sisa-sisa feodalisme. Tahap
pertama adalah persiapan untuk tahap kedua, yaitu tahap ekonomi Sosialis
Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia, tanpa
‘exploitation de l’homme par l’homme’” (Dekon Pasal 3). Juga dinyatakan
dengan tegas bahwa “Kita sekarang sedang berada dalam tahap pertama
Revolusi kita”. (Dekon pasal 4).
Strategi umum
Revolusi Indonesia tentu berlaku bagi seluruh kehidupan negeri kita. Ia
berlaku bukan hanya untuk bidang ekonomi melainkan juga untuk bidang
lain, seperti kebudayaan, hukum, pendidikan, pertahanan, dll. Seperti
sudah saya tegaskan di atas, pertahanan nasional kita harus tunduk pada
strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi dasar
ekonomi seperti yang ditetapkan di dalam Dekon mempunyai dua konsekuensi
yang amat penting untuk dijadikan pegangan dalam setiap tindakan atau
langkah pada saat ini dan selanjutnya, yaitu, pertama, bahwa tugas kita
pada saat ini bukanlah untuk membangun masyarakat Sosialis melainkan
untuk membangunn masyarakat nasional dan demokratis, dan kedua, bahwa,
oleh karena perspektif revolusi kita adalah Sosialisme dan bukan
kapitalisme, maka tidak boleh diambil tindakan dalam menjelaskan tahap
pertama ini yang berlawanan dengan perspektif Sosialisme itu.
Demikian,
Saudara-saudara, pokok-pokok mengenai strategi umum Revolusi Indonesia
dalam hubungannya dengan pertahanan nasional kita. Saya telah sengaja
membeberkan masalah ini secara agak terperinci dan dengan mempergunakan
beberapa kali kutipan sebab ini semua menjadi dasar pegangan bagi kita
dalam menentukan doktrin pertahanan nasional dengan front nasional.
Soal pertahanan
kita telah memperoleh suatu ketegasan yang singkat tetapi juga cukup
jelas di dalam ketetapan MPRS No. II/1960 di mana dikatakan sebagai
berikut:
“Politik
keamanan/pertahanan Republik Indonesia berlandaskan Manifesto Politik
Republik Indonesia beserta perinciannya dan berpangkal pada kekuatan
Rakyat dengan bertujuan menjamin keamanan/pertahanan nasional serta
turut mengusahakan terselenggaranya perdamaian dunia.
“Pertahanan Negara
Republik Indonesia bersifat defensif-aktif dan bersikap
anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan
Rakyat semesta yang berintikan tentara sukarela dan milisi”. (Ketetapan
MPRS II/1960. Bab II Pasal 4, ayat (4) dan (5)).
Juga dikatakan
bahwa “Sebagai konsekuensi daripada bentuk dan sifat Keamanan/Pertahanan
RI itu, maka Angkatan Perang Republik Indonesia turut serta
menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi nasional dalam bidangnya
masing-masing”. (Ketetapan MPRS II/1960. Lampiran A, Bab III, ayat 41).
Ketetapan MPRS ini
merupakan rumusan pertahanan nasional yang memang sesuai dengan
strategi umum Revolusi kita. Kalau kita renungkan secara mendalam
kata-kata “bersikap anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan
berdasarkan pertahanan Rakyat semesta yang berintikan tentara sukarela
dan milisi”. Saya rasa bahwa tema ceramah ini menjadi jelas sekali.
Dasar daripada pertahanan kita adalah pertahanan Rakyat semesta, atau
dalam kata lain pertahanan front persatuan nasional, sedangkan tentara
sukarela dan milisi merupakan intinya. Dasar dan inti merupakan satu
kesatuan. Seperti halnya front nasional dan pertahanan nasional juga
merupakan satu kesatuan.
Jika hal ini sudah
jelas, maka perlu kita hadapi sekarang pertanyan, yaitu: apakah TNI
kita mempunyai syarat yang cukup untuk menjadi inti semacam ini, yaitu
untuk melaksanakan pertahanan nasional yang sepenuhnya sesuai dengan
strategi umum Revolusi Indonesia, untuk menjadikan pertahanan nasional
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari front persatuan nasional?
Dengan tegas saya jawab pertanyaan ini: Ya, TNI kita benar-benar
mempunyai cukup syarat untuk menjalankan peranan ini, dan oleh karena
itu, TNI kita adalah alat Rakyat Indonesia yang sedang berevolusi, alat
daripada Revolusi Indonesia yang nasional-demokratis dan berperspektif
Sosialisme.
CIRI TNI: ANTI FASIS, DEMOKRATIS, ANTI-IMPERIALIS DAN BERCITA-CITA SOSIALISME
TNI kita lahir
dalam kancah perang dunia ke-II, yaitu perang anti fasis. TNI lahir
dengan tugas pertamanya menyapu bersih tentara fasis Jepang dari negeri
kita. Jadi, ciri kepribadian TNI yang utama yaitu anti-fasis,
anti-kediktatoran, anti-otokrasi. TNI kita lahir dalam kancah Revolusi
Rakyat sehingga ciri kepribadian TNI yang lain ialah kerakyatan atau
demokratis. TNI kita lahir dalam kancah revolusi nasional melawan
imperialisme untuk menegakkan dan mempertahankan Republik Proklamasi,
yaitu kemerdekaan nasional, sehingga anti-imperialisme adalah juga ciri
kepribadian TNI. Jadi, ciri kepribadian TNI adalah anti-fasis,
demokratis dan anti-imperialis. Karena hari-depan Revolusi kita adalah
Sosialisme, maka juga menjadi ciri kepribadian TNI: bercita-cita
Sosialisme.
Oleh karena ini
semua, PKI selalu menjunjung tinggi semboyan: Dwitunggal Rakyat dan
Angkatan Bersenjata”. Semboyan ini berarti, bahwa Rakyat Indonesia tak
dapat memenangkan Revolusinya, membela republik proklamasinya dan
melengkapkan kemerdekaan nasionalnya tanpa Angkatan Bersenjata yang
mengabdi kepada Rakyat dan Revolusi. Dan sebaliknya, Angkatan Bersenjata
kita akan kehilangan dasar Revolusionernya, melepaskan ciri-ciri
kerpribadiannya, jika tidak terus bersatu dengan Rakyat dan Revolusi.
Kebenaran semboyan
ini dibuktikan dari berbagai pengalaman, terutama dalam kita menghadapi
pemberontakan-pemberontakan kontra-Revolusi PRRI-Permesta, DI-TII, dan
dalam menghadapi perjuangan untuk membebaskan Irian Barat dari
penjajahan Belanda. Kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam
menghadapi ancaman-ancaman kontra-Revolusi ini dapat dicapai berkat
kerjasama yang erat antara Angkatan Bersenjata dengan Rakyat, antara
pertahanan dan front-nasional.
Dasar yang paling
kokoh dalam mencapai kesatuan antara pertahanan dengan front nasional,
antara angkatan perang dengan Rakyat ialah program umum Revolusi
Indonesia, yaitu Manipol. Manipol meletakkan dasar-dasar bagi demokrasi
terpimpin kita. Malahan Manipol merupakan unsur pimpinan itu sendiri.
Sering ada salah-tafsiran tentang apa yang dimaksudkan dengan Demokrasi
‘terpimpin’. Salah tafirannya itu bisa mengambil bentuk pengertian bahwa
Demokrasi Terpimpin berarti kediktatoran perseorangan atau kediktatoran
militer. Anggapan ini adalah samasekali keliru dan meleset. Demokrasi
Terpimpin adalah Demokrasi yang dipimpin bukan oleh satu orang atau satu
angkatan atau satu golongan. Demokrasi Terpimpin adalah Demokrasi yang
dipimpin oleh program umum Revolusi dan karena Revolusi kita adalah
Revolusi seluruh Rakyat melawan imperialisme dan feodalisme, maka
program umum itu adalah milik Rakyat dan membela serta memperjuangkan
kepentingan-kepentingan Rakyat.
MANIPOL ADALAH JUGA DOKTRIN ANGKATAN BERSENJATA KITA
Mengenai hal ini,
Presiden Sukarno di dalam pidato Resopim telah memberikan penjelasan
sbb.: “Negara dan Rakyat sudah menerima Manipol dengan ketetapan
MPRS-nya, maka semua warganegara harus dipimpin oleh Manipol. Rakyat
sudah dipimpin oleh Manipo, militer juga harus dipimpin oleh Manipol.
Bukan militer atau bedil yang memimpin Manipol tetapi Manipol yang
memimpin militer dan bedil!” . Penegasan ini adalah bantahan yang paling
tepat terhadap fitnahan-fitnahan kaum imperialis seakan-akan Demokrasi
Terpimpin kita adalah kediktatoran perseorangan atau kediktatoran
militer. Sekaligus penegasan ini menjelaskan, bahwa doktrin Angkatan
Bersenjata kita, sebagai sesuatu yang tak-terpisahkan dari Revolusi kita
keseluruhannya, adalah Manipol.
Teori tentang
pertahanan nasional harus sesuai dengan strategi umum Revolusi Indonesia
tahap sekarang, yaitu Revolusi nasional dan demokratis, sedangkan
pedoman bagi tiap-tiap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia haruslah
sesuai dengan teori pertahanan nasional tersebut itu. Hanyalah
pertahanan yang bersifat nasional anti-imperialis dan anti-kolonial
serta yang bersifat demokratis anti-feodal dapat merupakan pertahanan
yang mengabdi pada Revolusi Indonesia. Demikian pula tiap-tiap Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, maupun Angkatan Kepolisian tanpa kecuali seharusnya
tunduk pada teori tentang pertahanan nasional tersebut.
Sebagaimana telah
dikemukakan, pertahanan nasional Republik Indonesia adalah pertahanan
Rakyat, yaitu pertahanan dari seluruh kekuatan front persatuan nasional
atau seluruh kekuatan Rakyat Revolusioner. Sudah barang tentu pertahanan
Rakyat, mempunyai ciri-ciri yang mengabdi pada Rakyat, berjuang untuk
Rakyat dan terdiri dari Rakyat.
Kaum Komunis
Indonesia selalu menyerukan semboyan: “Dwitunggal Rakyat dan Angkatan
Bersenjata”. Semboyan ini dengan tegas menunjukkan bahwa kaum Komunis
tetap menjunjung tinggi pengalaman pertahanan Rakyat selama Revolusi
Agustus 1945 tentang pentingnya hubungan dan kerjasama antara Rakyat
selama Revolsui Agustus 1945 tentang pentingnya hubungan dan kerjasama
antara Rakyat dan Angkatan Bersenjata sebagaimana dalam kiasan sering
dinyatakan “bagaikan ikan dan air”. Oleh karena itu, agar ikan dapat
hidup sehat dan berkembang biak, air tidak boleh mengandung tuba atau
racun. Tuba dan racun bagi persatuan nasional ialah perpecahan dan
phobia-phobiaan. Satu keharusan bahwa pertahanan kita mengabdi pada
Rakyat, karena tujuan pertahanan kita sesuai dengan tujuan Rakyat
Indonesia. Tidak ada kepentingan lain kecuali kepentingan Rakyatlah yang
harus diabdi oleh Angkatan Bersenjata kita. Jika ada
kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan keinginan dan aspirasi
Rakyat dalam pertahanan, maka jelaslah bahwa pertahanan nasional yang
sedemikian bukanlah pertahanan Rakyat. Tidaklah mengherankan bahwa
pertahanan Rakyat hanyalah dapat diciptakan, dikembangkan dan
dikonsolidasi oleh Angkatan Bersenjata yang benar-benar terdiri dari
elemen-elemen Rakyat dan oleh karena itu seharusnya revolusioner.
Sebagai perseorangan, anggota Angkatan Bersenjata R.I pada umumnya
adalah anak Rakyat, dan banyak sekali anak kaum buruh dan terutama
sekali anak kaum tani, dan oleh karena itu juga harus revolusioner.
Angkatan
Bersenjata adalah bagian yang tidak terpisahkan daripada kekuasaan
negara demikian pula Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah
bagian dari Negara Republik Indonesia. Dengan demikian sebagai alat dari
kekuasaan negara Republik Indonesia, ia adalah pelaksana dari haluan
negara Republik Indonesia. Mengingat bahwa haluan negara R.I adalah
Manipol beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya, maka Angkatan Bersenjata
R.I tidak bisa lain adalah pelaksana-pelaksana Manipol dan
pedoman-pedoamn pelaksanaannya.
Memang, sekarang
Negara R.I masih terdiri dari dua aspek. Pertama aspek yang mewakili
kepentingan-kepentingan Rakyat, yang bersifat anti-imperialis dan
anti-feodal, dan kedua aspek yang mewakii kepentingan-kepentingan
musuh-musuh Rakyat, yang bersifat anti-Rakyat. Hal ini dimungkinkan
karena masih adanya kekuatan-kekuatan gelap yang setengah mati membela
kepentingan musuh-muuh Rakyat. Dari sinilah pentingnya politik Presiden
Sukarno mengenai Retuling aparatur negara dan prinsip “revolusi dari
atas dan dari bawah” (Djarek). Meskipun kekuatan yang mewakili
kepentingan-kepentingan Rakyat tiap hari makin bertambah besar,
bersamaan dengan itu masih ada kekuatan-kekuatan yang berusaha
membendung arus Revolusi. Sebagai alat kekuasaan negara, Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia sebagai keseluruhan selaku alat kekuasaan
negara yang berManipol, tergolong pada aspek yang mewakili
kepentingan-kepentingan Rakyat, aspek Rakyat. Kalau ada elemen-elemen
yang tidak tergolong pada aspek Rakyat dalam Angkatan Bersenjata
pastilah mereka itu asing dalam Angkatan Bersenjata. Adalah tugas dari
semua anggota Angkatan Bersenjata untuk benar-benar berjuang di fihak
Rakyat dan melawan setiap usaha kontra-Revolusioner.
Suatu ciri lain
daripada Angkatan Bersenjata serta pertahanan Republik Indonesia ialah
berhubung dengan Indonesia. Indonesia termasuk negeri yang besar dilihat
dari luas negerinya dan dari besarnya jumlah penduduk. Sebagai negeri
kepulauan yang tidak dapat terisolasi dari dunia ramai, karena
syarat-syaratnya yang tidak terbatas untuk mempunyai hubungan laut.
Indonesia merupakan negeri maritim yang luas. Sejarah Indonesia juga
menunjukkan bahwa pelaut-pelaut Indonesia telah mempunyai pengalaman
yang kaya dalam mengarungi lautan dan mengadakan hubungan dengan
negeri-negeri lain, seperti Tiongkok, India, bahkan sampai Madagaskar.
Adalah wajar apabila Angkatan Bersenjata Indonesia mengembangkan segala
potensinya, tidak terbatas pada Angkatan Daratnya, tetapi juga pada
Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya. Pertahanan nasional Indonesia
sangat ditentukan oleh perkembangan Angkatan laut R. I. yang mampu
menyatukan segala kepulauan Indonesia dan membela keutuhan wilayah
Indonesia.
Indonesia tidak
hanya merupakan negeri maritim yang luas, tetapi merupakan negeri yang
memerlukan jaring hubungan yang luas pula, yang tidak semata-mata
disebabkan oleh luasnya hubungan udara, tapi lebih-lebih oleh luasnya
hubungan udara di atas negeri yang bersifat kepulauan. Kalau dikatakan
bahwa laut antar-pulau telah menghubungkan wilayah Indonesia, maka
tidaklah kurang pentingnya jika dikatakan bahwa hubungan udara yang
mampu menghubungkan kepulauan Indonesia sampai ke daerah-daerah
pedalaman. Maka itu peranan Angkatan Udara R.I adalah penting sekali
dalam soal pertahanan nasional Indonesia dan khususnya dalam membela
keutuhan wilayah Republik Indonesia. Tetapi adalah keliru jika kita
meremehkan pertahanan di darat, karena kaum imperialis ingin berkuasa
atas tanah air kita bukannya di laut atau di udara, tetapi di daratan di
mana terdapat kekayaan alam kita yang terbesar dan terdapat Rakyat yang
dapat mereka eksploitasi.
Dengan demikian
maka adalah juga ciri dari Angkatan Bersenjata R. I. ialah kesatuan dan
koordinasi efektif dari empat Angkatan, termasuk Angkatan Kepolisian,
dengan tidak bertitikberat pada salah satu angkatan, yaitu kesatuan dan
koordinasi efektif antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara
dan Angkatan Kepolisian. Usaha untuk meletakkan titik berat pada salah
satu angkatan saja, tidak akan dapat memainkan peranan sebagai alat
kekuasaan yang bnar-benar sesuai dengan kekhususan negeri kepulauan
Indonesia.
II. PERTAHANAN DAN TUGAS-TUGAS INTERNASIONAL REVOLUSI INDONESIA
Di dalam bagian
kedua ini saya ingin memberi beberapa penjelasan mengenai tugas-tugas
internasional Revolusi Indonesia dalam hubungannya dengan pertahanan
nasional kita. Titik tolak kita yng pertama dalam membahas masalah ini
ialah Manipol yang menetapkan tiga kerangka Revolusi Indonesia di mana
kerangka ketiga berbunyi sebagai berikut:
“Pembentukan satu
persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di
dunia, terutama sekali dengan negara Asia-Afrika, atas dasar
hormat-menghormati satu sama lain, dan atas dasar bekerjasama membentuk
satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme, menuju
kepada Perdamaian Dunia yang sempurna”. (Tubapi, hal 81).
Titik tolak kita
yang kedua ialah pidato presiden Sukarno di muka sidang Umum PBB tahun
1960 serta Perincian Garis Besar politik luarnegeri R. I. yang telah
ditetapkan oleh DPA dalam bulan Januari 1960 dan juga telah disahkan
oleh MPRS dimana dinyatakan sebagai berikut:
“Rakyat Indonesia
berjuang dengan menggalang persatuan Nasional
anti-imperialisme-kolonialisme di dalam negeri, sebagai bagian daripada
perjuangan untuk kepentingan ummat manusia di dunia. Pengabdian kepada
perjuangan kemerdekaan Nasional yang penuh itu tidak dapat
dipisah-pisahkan dengan kerjasama internasional
anti-imperialisme-kolonialisme”. (Tubapi, hal 258).
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan ini, maka seperti halnya musuh Revolusi Indonesia
adalah imperialisme, demikian pula tugas internasional Revolusi
Indonesia pada pokoknya adalah tugas untuk mengambil bagian yang aktif
dalam perjuangan anti-imperialis, anti-kolonialis dan
anti-neo-kolonialis. Tugas ini mempunyai dua segi yang masing-masing
mempengaruhi pertahanan nasional kita. Di satu fihak berarti, bahwa
pertahanan nasional harus bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan
anti-imperialis di seluruh dunia atau front internasional
anti-imperialis dan cinta damai. Di pihak lain, berarti bahwa pertahanan
nasional kita harus selalu siap untuk membela tanah air kita terhadap
serangan-serangan kaum imperialis.
ANGKATAN BERSENJATA KITA ADALAH BAGIAN DARI THE NEW EMERGING FORCES
Seperti sudah
berulangkali ditekankan oleh Presiden Sukarno sejak pidatonya yang
diucapkan di muka Konferensi Kepala-kepala Negara-negara Non-Aligned
yang diadakan di Beograd, bulan September 1961, Indonesia telah
menempatkan diri di dalam kekuatan “The new emerging forces” yang sedang
berkonfrontasi dengan “The old established forces”. Di dalam “The new
emerging forces” termasuk negara-negara baru merdeka yang
anti-imperialis dan anti-kolonial, negara-negara kubu sosialis serta
kekuatan-kekuatan progresif lainnya yang terdapat di seluruh dunia.
Penegasan ini berarti, bahwa setiap kemenangan yang dicapai oleh
gerakan-gerakan atau negara-negara yang termasuk di dalam “The new
emerging forces” adalah kemenangan bagi Revolusi kita sendiri, seperti
halnya kemenangan-kemenangan yang dicapai dalam proses perkembangan
Revolusi kita juga merupakan kemenangan bagi seluruh kekuatan-kekuatan
baru yang sedang tumbuh itu.
Dewasa ini kaum
imperialis sedunia yang dikepalai oleh kaum imperialis Amerika Serikat
sedang melancarkan agresi dan intervensi terutama terhadap negara-negara
di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Di Vietnam Selatan, perang yang tak
dinyatakan sedang dikobarkkan oleh kaum imperialis AS. Mereka juga
sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pertentangan-pertentangan baru yang
timbul di Laos sehingga negeri itu diancam lagi oleh perang dalam
negeri. Kuba, yaitu negara bebas pertama di benua Amerika, juga
menghadapi ancaman-ancaman terus menerus dari kaum imperialis Amerika
Serikat.
Semua perjuangan
ini mendapat sokongan penuh dari Rakayt Indonesia seperti halnya
Revolusi Agustus 1945 dan perjuangan Rakyat Indonesia untuk membebaskan
Irian Barat dari kekuasaan kolonialis Belanda juga telah sepenuhnya
disokong dan dibantu oleh kekuatan-kekuatan “The new emerging forces” di
seluruh dunia.
Sama halnya dengan
Revolusi Indonesia, yang musuh nomor satu dan musuh paling berbahayanya
adalah imperialisme AS, bagi kekuatan-kekuatan di seluruh dunia yang
berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme, imperialisme AS juga
merupakan musuh nomor satu dan musuh paling berbahaya.
Angkatan Perang
Republik Indonesia, sesuai dengan tugas Revolusinya yang
anti-imperialis, juga menyokong kerjasama erat dan saling mendukung di
antara Rakyat Indonesia dengan Rakyat-rakyat lain yang termasuk di dalam
“The new emerging forces”. Dengan mengambil sikap yang demikian, maka
hubungan antara pertahanan nasional dengan front nasional tentu menjadi
semakin erat dan kuat.
Dalam hubungan
ini, saya ingin menyebut masalah Konggo dimana angkatan perang kita
telah mengambil bagian yang aktif dengan jalan mengirimkan beberapa kali
pasukan Garuda. Perjuangan Rakyat Konggo untuk kemerdekaan nasional di
bawah pimpinan pahlawan Patrice Lumumba dalam tahun 1961 telah mencapai
berbagai kemenangan. Dan sewaktu kaum imperialis Belgia mengadakan
agresi terhadap negara merdeka Konggo yang baru berdiri itu, maka negeri
kita dengan tepat memutuskan untuk mengirimkan pasukan-pasukan agar
ikut membela perjuangan anti-imperialis Rakya Konggo itu. Tetapi,
setelah pembunuhan Patrice Lumumba, maka makin lama Konggo makin menjadi
panggung perkelahian antara kaum kolonialis Belgia yang didukung oleh
kaum imperialis Inggris dan Perancis di satu pihak sedangkan di pihak
lain kaum imperialis AS sedang berusaha keras untuk menguasai negeri
yang sangat kaya akan bahan-bahan pelikan itu.
Dalam keadaan
demikian, sudah tidak ada dasar anti-imperialis lagi bagi peranan
Pasukan Garuda di Konggo sehingga seharusnya sudah ditarik sesuai dengan
kedudukan Indonesia sebagai salah satu negeri “The new emerging
forces”. Oleh karena itu saya menyambut baik apa yang pernah diterangkan
oleh Jendral Yani, bahwa pasukan Garuda akan ditarik dari Konggo. Tak
dapat dibiarkkan angkatan perang kita terlibat dalam sengketa antar
imperialis, karena tugas internasionalnya adalah melawan imperialisme,
kolonialisme dan neo-kolonialisme dimanapun di dunia ini.
Seperti telah saya
katakan di atas, segi kedua daripada tugas internasional Revolusi kita
sejauh mengenai pertahanan nasional, ialah supaya kita selalu siap untuk
membela tanah air dari serangan-serangan kaum imperialis. Hal ini tetap
menjadi suatu hal yang aktuil bagi pertahanan nasional kita. Republik
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera sehingga dengan
demikian menempati posisi geografis yang sangat strategis. Kaum
imperialis sudah sejak lama dan terus-menerus berusaha menyeret kita ke
dalam blok-blok militer yang telah lama mereka bangun di daerah di dunia
ini, terutama SEATO. Tetapi berkat perjuangan serta kewaspadaan Rakyat
Indonesia, maka setiap usaha yang demikian selalu mengalami kegagalan.
Bahkan Indonesia telah dapat berpegang teguh kepada tradisi-tradisinya
yang anti-imperialis, terutama dalam memperkembangkan kerjasama yang
erat antara negara-negara Asia-Afrika atas dasar Dasa Sila Bandung yang
anti-imperialisme dan anti-kolonialisme.
Tetapi negeri kita
masih dikelilingi oleh negara-negara SEATO dan kaum imperialis,
terutama kaum imperialis AS, tidak pernah menghentikan usahanya untuk
menyeret Indonesia ke dalam blok-blok militernya. Acara yang paling
tepat untuk menolak usaha-usaha yang demikian ialah terus-menerus
menggalang front persatuan inernasional anti-imperialis dengan
kekuatan-kekuatan anti-imperialis di seluruh dunia.
Usaha
neo-kolonialis untuk mendirikan Federasi Malaysia di perbatasan negeri
kita juga merupakan ancaman yang berbahaya sekali terhadap kemerdekaan
nasional kita. Perjuangan Rakyat Kalimantan Utara disamping merupakan
perjuangan heroik untuk membela kemerdekaan nasional Kalimanta Utara
yang telah diproklamasikan pada tanggal 8 Desember, 1962, juga merupakan
perjuangan yang langsung membantu Republik kita dalam hubungan dengan
membela kemerdekaan nasional kita sendiri. Ini merupakan contoh yang
jelas sekali dari hubungan erat antara tugas internasionnal Revolusi
Indonesia yang bersifat anti-imperialis dengan pertahanan nasional kita
sendiri yang pada pokoknya bertugas untuk membela kemerdekaan nasional
kita dari serangan-serangan kaum imperialis.
TOLAK MASUK SEATO BAIK DARI PINTU MUKA MAUPUN PINTU BELAKANG
Dalam hubungan
ini, saya merasa perlu menyinggung usaha-usaha yang sedang dijalankan
untuk mendirikan apa yang dinamakan Konfederasi Maphilindo. Dasar
satu-satunya yang kuat bagi bentuk kerjasama antara negeri kita dengan
negeri-negeri lain, termasuk pula negeri-negeri tetangga kita, ialah
dasar-dasar anti-imperialisme dan anti-kolonialisme. Hal ini sudah
ditetapkan di dalam kerangka ketiga Manipol yang saya kutip di atas. Hal
ini juga sudah merupakan segi utama dari pada politik luar negeri RI,
terutama sejak Konferensi A-A yang berlangsung di Bandung dalam tahun
1955. Sampai sekarang kita belum mengetahui sampai kemana
prinsip-prinsip Bandung diindahkan dalam hubungan dengan Maphilindo.
Yang kita ketahui, Malaya, salah satu calon pesertanya, sepenuhnya
menjalankan politik kaum imperialis Inggris, di samping kaum imperialis
AS juga sedang berusaha untuk menyingkirkan kaum imperialis Inggris dari
negeri itu. Sedangkan Philipina, calon peserta lainnya, sudah dikenal
sebagai negara anggota SEATO berdasarkan fakta-fakta ini, maka beralasan
benar timbulnya kekhawatiran-kekhawatiran di negeri kita, bahwa
Maphilindo itu akan menjadi anak kandungnya SEATO atau neef-nya ASA.
Jika demikian halnya, maka seandainya RI masuk ke dalam Konferensi
Maphilinndo itu bisa berarti bahwa apa yang telah kita tolak, yaitu
untuk masuk SEATO ataupun untuk masuk ASA akhirnya akan dilaksanakan
pula lewat jalan lain. Usaha-usaha untuk menyeret negeri kita ke dalam
blok-blok itu melalui pintu muka telah gagal. Hendaknya jangan kita
secara sadar atau tidak masuk dari pintu belakang. Ini saya kemukakan
supaya kita lebih waspada.
Jika kaum
imperialis, terutama kaum imperialis AS yang sekarang merupakan musuh
nomor satu Rakyat Indonesia, berhasil mengepung negeri kita dengan
melalui pembentukan Federasi Malaysia atau pembentukan Konfederasi
Maphilindo, maka sudah dapat dipastikan bahwa tugas pertahanan nasional
negeri kita dalam usaha membela diri terhadap serangan-serangan
imperialis akan menjadi lebih berat lagi dan memerlukan kewaspadaan yang
lebih tinggi daripada sebelumnya.
III. KESIMPULAN-KESIMPULAN
Sekarang saya
sampai pada akhir ceramah saya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di
atas, maka dapatlah disimpulkan beberapa ciri dari Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia sebagai berikut:
Ciri pertama:
Angkatan Bersenjata R. I adalah anti-fasis, demokratis, anti-imperialis
dan bercita-cita Sosialisme Indonesia. Ia alat untuk mengabdi Revolusi
Indonesia, untuk mengubah masyarakat Indonesia dewasa ini menjadi
masyarakat yang merdeka penuh dan demokratis sebagai landasan untuk
menuju ke Sosialisme. Maka itu ia mengabdi pada Rakyat, berjuang untuk
Rakyat dan terdiri dari Rakyat. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang juga anggota Front nasional
berporoskan Nasakom, semestinya dipimpin oleh Program Bersama dari
Revolusi Indonesia, yaitu Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanannya.
Manipol adalah juga doktrin Angkatan bersenjata kita.
Ciri kedua:
Revolusi Indonesia adalah bagian dari Revolusi sosialis dunia, Revolusi
untuk menciptakan dunia baru, dunia tanpa l’exploitation de l’homme par
l’homme. Kekuatan Rakyat Indonesia bersama dengan kekuatan-kekuatan
Rakyat Asia lainnya, Afrika dan Amerika Latin merupakan bagian yang
penting dari kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh dalam melawan
imperialisme dan neo-kolonialisme. Mengingat hal ini Angkatan Bersenjata
R.I adalah juga alat untuk mengabdi perjuangan besar daripada
kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (the new emerging forces)
melawan kekuatan lama yang masih bercokol (the old established forces),
untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional yang penuh demokrasi,
Sosialisme dan perdamaian dunia.
Ciri Ketiga:
kedudukan geografis Indonesia adalah khusus, karena dikelilingi oleh
samudera Pasifik dan samudera Indonesia srta merupakan jembatan anatara
benua Asia dan Australia dan merupakan negeri kepulauan yang luas dengan
jumlah penduduk yang besar. Mengingat hal ini Angkatan Bersenjata yaitu
AD, AL, AU, dan AK, dengan tidak menitikberatkan pada salah satu
angkatan dan tidak melupakan arti penting Indonesia sebagai negeri
maritim dan arti penting hubungan udara sebagai syarat untuk membela
keutuhan wilayah dimana bersemayam nasion Indonesia.
sumber : http://petisi28.blogspot.com/2010/08/mencabut-akar-kolonialisme.html